Sistem Pilrek Kemendikbudristek Beri Keleluasaan Internal Kampus Pilih Rektor

Bandar Lampung (Lampost.co) -- Pemilihan rektor (pilrek) di lingkup Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) berbeda jauh dengan yang diselenggarakan perguruan tinggi di bawah naungan Kementerian Agama (Kemenag). Pilrek di Kemenag mengacu Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 68 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Rektor dan Ketua pada Perguruan Tinggi Keagamaan (PTK) yang Diselenggarakan Pemerintah.
Dalam hal ini menteri Agama memilih langsung calon rektor pada PTK di Indonesia. Sementara itu, dari Kemendikbudristek sesuai dengan Pasal 9 Ayat (3) Permenristekdikti Nomor 19 Tahun 2017 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Pemimpin Perguruan Tinggi Negeri menyebutkan Mendikbudristek memiliki 35% hak suara dari total pemilih yang hadir; dan Senat memiliki 65% hak suara dan masing-masing anggota Senat memiliki hak suara yang sama.
Baca juga: Pembelajaran Daring Indikator Kemajuan Pendidikan Indonesia
Menurut Direktur Sumber Daya Ditjen Diktiristek Mohammad Sofwan Effendi menjelaskan perbedaan tersebut memberikan internal PTN, dalam hal ini anggota Senat, yang ada di bawah naungan Kemendikbudristek diberi keleluasaan memilih pemimpin di perguruan tingginya.
"Kementerian Agama 100% (suara dalam pilrek). Kalau Kemendikbudristek itu masih memberikan keleluasaan 65% ditentukan senat universitas sehingga nanti suara Senat itu bisa menjadi bahan pertimbangan karena menteri punya pertimbangan selain yang berada di lokal," kata Sofwan, Selasa, 27 Desember 2022.
Dia menambahkan anggota Senat universitas masih diberi hak suara 65% dengan pertimbangan internal kampus dan wilayah.
Sedangkan Kemendikbudristek diberi hak suara 35% dengan pertimbangan agar rektor yang dipilih Kemendikbudristek dapat sejalan visinya dengan mendikbudristek.
"Ada kebijakan menteri punya hak suara untuk memastikan visi dan misi kementerian itu jalan. Yang kedua kenapa? Karena menteri itu melaksanakan misinya, presiden jadi harus jalan," ujarnya.
Terakhir ia menyampaikan hal itu dikarenakan di era Presiden Joko Widodo, visi dan misi menteri harus sejalan dengan visi dan misi Presiden.
"Misi rektor harus juga sejalan dengan misi menteri itu yang dipastikan. Jadi ini semata-mata masalah keberlanjutan program pendidikan khususnya pendidikan tinggi," katanya.
EDITOR
Muharram Candra Lugina
Komentar