RKUHP Ikhtiar Bangsa Menuju Hukum Pidana Modern

Bandung (Lampost.co)--Situasi politik, sosial, dan budaya di Indonesia sejak era kolonialisme hingga kemerdekaan mengharuskan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sesuai dengan perkembangan zaman.
"Masyarakat, waktu, dan budaya berubah. Tentunya hukum juga harus menyesuaikan dengan keadaan itu juga," kata Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, dalam acara “Dialog Publik Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Kitab Hukum Pidana (RUU KUHP)” di Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu, 7 September 2022.
Menurut Mahfud, tuntutan KUHP yang sesuai perkembangan zaman tersebut sesuai dengan pendapat para pakar hukum, di antaranya K.C.Wheare, penulis buku the Modern Constitution, ulama abad pertengahan Ibnu Jauzi al Jauziyah, serta Imam as Syafii.
Kitab Suci Al Quran juga mengatur mengenai keharusan aturan hukum di masyarakat. Begitu pula dalam ilmu hukum. Masyarakat harus patuh dan mengikuti hukum yang sesuai dengan keadaan.
Diungkapkan Mahfud, gagasan perubahan KUHP pun sudah ada sejak 1963 atau sejak 59 tahun silam. Tindak lanjut perubahan KUHP juga sudah dilakukan Universitas Indonesia (UI) dengan membentuk Program Studi Hukum dan Masyarakat.
Meski begitu, khusus untuk restorative justice atau keadilan restoratif tidak berlaku untuk tindak pidana seperti pembunuhan, perampokan, dan pengkhianatan negara. "Keadilan restoratif berlaku untuk perdata misal utang piutang," katanya.
Menuju Hukum Pidana Modern
Deputi V Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Jaleswari Pramodhawardani menegaskan jika RUU KUHP yang sedang disempurnakan tersebut akan membawa hukum pidana di Indonesia menuju hukum yang modern dan mencerminkan nilai asli bangsa.
"RUU KUHP merupakan jalan menuju hukum pidana modern, yang saat ini masih terjebak di masa lalu. Urgensi dan kepentingan pembentukannya berada pada titik kulminasi. Untuk itu RUU KUHP yang saat ini dibentuk memerlukan dukungan seluruh komponen bangsa. Sehingga bila meminjam istilah Prof Mahfud resultante demokratis, akan lahir untuk membawa hukum pidana Indonesia menuju hukum pidana yang modern dan beranak dari cerminan nilai asli indonesia," kata Jaleswari.
Pemerintah dikatakannya akan terus memastikan bahwa kodivikasi hukum pidana melalui RUU KUHP akan lahir sebagai ikhtiar bersama seluruh komponen bangsa untuk membawa kepastian hukum di Indonesia.
Namun, Presiden Joko Widodo telah mengarahkan untuk diadakan diskusi secara masif terkait isu-isu krusial dalam RUU KUHP untuk menghasilkan perspektif yang simetris di masyarakat.
"Dialog Publik hari ini merupakan salah satu arahan tersebut. Mengingat RUU KUHP saat ini terdiri lebih dari 600 pasal tentu dari besarnya kuantitas pasal tersebut terdapat beberapa ketentuan yang menyita publik. Oleh karenanya memerlukan penjelasan secara lebih mendalam," sebutnya.
Sejak 2015, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah membahas RUU KUHP secara intensif dan komprehensif. Akan tetapi, pada 26 September 2019, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), melalui surat Nomor M.HH.PR.05.01-38 menyampaikan permohonan penundaan pelaksanaan rapat paripurna RUU KUHP. Hal tersebut didasarkan pada hasil pertemuan antara Presiden dengan Pimpinan DPR dan Pimpinan Komisi III DPR.
Pemerintah berpandangan bahwa masih perlu diskusi yang lebih mendalam yang dilakukan secara bersama-sama agar dicapai perspektif yang simetris di masyarakat terkait RUU KUHP tersebut.
Dalam Rapat Terbatas Kabinet pada 2 Agustus 2022 tentang RUU KUHP, Presiden Joko Widodo pun telah memberikan arahan untuk diadakan agenda diskusi publik membahas isu-isu krusial dalam RUU KUHP.
Menindaklanjuti arahan tersebut, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan pada 11 Agustus 2022 kemudian mengoordinasikan sembilan kementerian/lembaga untuk mengadakan rangkaian diskusi publik di berbagai lokasi untuk membahas isu-isu krusial RUU KUHP.
Upaya itu diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam dan menyerap aspirasi masyarakat secara lebih efektif sebagai salah satu bagian dari rangkaian proses pembentukan RUU KUHP.
Maka itu, KSP dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bersama Tim Dialog Publik RUU KUHP menggelar acara “Dialog Publik Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Kitab Hukum Pidana (RUU KUHP)” di Kota Bandung.
Dialog Publik merupakan salah satu upaya mencapai tujuan penjelasan dari RUU KUHP dan secara simultan turut menyerap masukan-masukan publik untuk terus menyempurnakan formulasi RUU KUHP.
Selain itu, di antara 600 pasal pada RUU KUHP pula, telah lahir berbagai ketentuan terobosan yang jarang terdengar dan pada prinsipnya dapat menjadi acuan dalam memaknai Indonesia sebagai bangsa yang beradab dan menjunjung tinggi keadilan serta hak asasi manusia.
"Sebagai contoh konsep judicial problem, berbagai alternatif pemidanaan dan banyak ketentuan lainnya yang akan dipaparkan oleh para narasumber," ujar Jaleswari.
EDITOR
Sri Agustina
Komentar