#jokowi#pilpres2024#pemilu2024

Relawan dan Cawe-cawe Disebut Modus Jokowi

Relawan dan Cawe-cawe Disebut Modus Jokowi
Presiden Joko Widodo (Jokowi). Foto: Sekretariat Presiden


Jakarta (Lampost.co) -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai memiliki beberapa modus selama memimpin pemerintahan. Kepala Negara berupaya melakukan pembenaran atas sesuatu kesalahan.

"Dia ingin memberikan contoh yang baik padahal itu fallacy of composition (kekeliruan), kalimat negatif mau membenarkan," kata Rektor Universitas Paramadina, Didik J Rachbini, saat Crosschek Medcom bertema Jokowi Jangan Bergaya Soeharto, Nanti Jatuhnya Gak Enak, Minggu, 4 Juni 2023.

Modus pertamanya melalui relawan Jokowi. Sebab, mereka bukan bagian dari demokrasi. "Dia bukan civil society, birokrasi, partai, dan private sector. Saya menyebutnya alat-alat, hama demokrasi," ujarnya.

Modus kedua Jokowi dengan cawe-cawe Pemilu 2024. Hal itu diakui Jokowi saat pertemuan dengan sejumlah pemimpin redaksi media massa beberapa waktu lalu.

Jokowi beralasan cawe-cawenya untuk kepentingan bangsa dan negara. Alasan itu tidak bisa diterima. "Presiden mempromosikan modus baru dalam demokrasi karena beliau presiden," katanya.

Dia menganalogikan kondisi itu seperti Robin Hood. Tokoh fiksi yang melakukan perbuatan melanggar dengan dalih kepentingan umum. "Robin Hood ini mencuri tapi untuk rakyat banyak, kira-kira begitu," kata dia.

Cawe-cawe Jokowi Kekeliruan

Didik juga menilai cawe-cawe dengan alasan apapun sebagai sebuah kekeliruan. Kondisi itu makin runyam usai sejumlah pihak membela cawe-cawe Jokowi. Lingkaran Kepala Negara diminta membenarkan pengakuan tersebut.

"Jadi complicated yang ditunjukan presiden dalam politik dan berulang-ulang," kata dia.

Anggota DPR periode 2004-2009 itu menyebut kepala negara tidak menyalahi aturan. Namun, hal itu sebagai masalah terhadap etika. "Memang tidak ada salahnya dari hukum, tapi secara etik," ujar dia.

Dia menegaskan Presiden tidak boleh cawe-cawe pada Pemilu 2024. Kepala Negara harus bersikap adil terhadap semua kontestan pemilu. "Itu sebenarnya fatsun politik yang benar (bersikap netral)," ujarnya. 

Bermakna Negatif bagi Netizen

Sikap Jokowi itu yang terang-terangan itu ternyata memicu respon negatif dari netizen. "Persepsinya negatif," kata Didik.

Persepsi negatif itu terlihat dari percakapan di media sosial. Terpantau ada sekitar 16 ribu percakapan tentang cawe-cawe Jokowi. "Itu mayoritas, lebih dari dua per tiganya (persepsi cawe-cawe) negatif," ujar dia.

Persepsi negatif itu membuktikan netizen tidak sepakat dengan Jokowi yang mempromosikan calon presiden tertentu. Mereka menginginkan Kepala Negara netral di pesta demokrasi. "Presiden sebagai kepala negara netral," katanya.

EDITOR

Effran Kurniawan


loading...



Komentar


Berita Terkait