Putusan MK Mengakhiri Isu Presiden Tiga Periode

Jakarta (Lampost.co) -- Dosen Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Sumatera Barat, Feri Amsari, mengatakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengakhiri isu presiden tiga periode. Putusan ini sekaligus menjelaskan isu soal presiden menjadi calon wakil presiden (cawapres).
“Putusan MK menegaskan konstitusional terhadap masa jabatan presiden,” ujar Feri, ketika dihubungi, Rabu, 1 Februari 2023.
MK pada putusan perkara Nomor 117/PUU-XX/2022, melarang presiden yang pernah menjabat selama dua periode maju menjadi cawapres. Mahkamah menolak permohonan uji materiil Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i UU No.7/2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) terhadap UUD 1945 diajukan Partai Berkarya pimpinan Muchdi Purwopranjono sebagai Ketua Umum DPP Partai Berkarya dan Fauzan Rachmansyah.
Feri mengatakan presiden terpilih bekerja ekstra keras ketika menjabat untuk menjalankan amanah sepenuhnya. Pasalnya Mahkamah menegaskan tidak ada kesempatan untuk kembali menjabat sebagai presiden ataupun wakil presiden setelah terpilih dua kali periodisasi masa jabatan.
“Tidak ada kesempatan berikutnya untuk kembali berada pada jabatan itu setelah dua periode. Presiden terpilih harus memanfaatkan waktu 10 tahun untuk betul-betul bekerja demi rakyat,” ucap Feri.
Dalam pertimbangannya, Mahkamah berpandangan Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i UU No.7/2017 sesuai dengan norma Pasal 7 UUD 1945. Keberadaan Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i UU No.7/1027 dianggap menegaskan hal-hal yang diatur dalam Pasal 7 UUD 1945 yang mengatur tentang masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden (Wapres) Republik Indonesia.
Saldi menjelaskan, Pasal 169 huruf n UU 7/2017 menegaskan persyaratan calon presiden dan wakil presiden, salah satunya “belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama.”
Mahkamah berpesan ketentuan Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i UU 7/2017 perlu menjadi pedoman bagi penyelenggara pemilu. Lalu Pasal 227 UU 7/2017 menyebutkan “surat pernyataan belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil presiden.”
“Dengan demikian, ketentuan yang tertuang dalam Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i UU 7/2017 merupakan panduan yang harus diikuti penyelenggara pemilihan umum dalam menilai keterpenuhan persyaratan untuk menjadi calon Presiden dan Wakil Presiden. Selain itu, kedua norma dimaksud adalah untuk menjaga konsistensi dan untuk menghindari degradasi norma Pasal 7 UUD 1945 dimaksud,” papar Saldi.
Mahkamah mengungkapkan Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i UU 7/2017 merupakan pedoman yang harus diikuti penyelenggara pemilihan umum dalam menilai keterpenuhan persyaratan untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden.
EDITOR
Effran Kurniawan
Komentar