Produksi Obat Sirop 3 Industri Mengandung Bahan Berbahaya

Jakarta (Lampost.co) -- Tiga industri farmasi memproduksi obat sirop mengandung Propilen Glikol (PEG) yang tercemar Etilen Glikol (EG) dan Dietelin Glikol (DEG). Berdasar laporan Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) ketiga industri farmasi tersebut adalah PT Yarindo Farmatama, PT Universal Pharmaceutical Industries, dan PT Afi Pharma.
"Dilakukan investigasi terhadap PT Yarindo Farmatama di Serang, Banten, dan PT Universal Pharmaceutical Industries di Medan, Sumatera Utara. Hasil pemeriksaan terhadap sumber sesuai ketentuan penyidikan adanya bahan baku PEG, produk jadi, dan bahan pengemas yang mengandung EG dan DEG," kata Kepala Badan POM Pennu K Lukito di PT Yarindo, Serang Banten, Senin, 31 Oktober 2022.
Baca juga: Tips Menjaga Kesehatan Pascabanjir
Obat yang ditahan karena PEG yang mengandung EG dan DEG, antara lain dari PT Yarindo Farmatama yakni Flurin DMP Sirop 60 ml 2.930 botol. Produk PT Yarindo, yakni Flurin DMP mengandung 48 mg/ml, sedangkan ambang batas amannya adalah 0,1 mg/ml.
Kemudian dari PT Universal Pharmaceutical Industries yang disita Unibebi Demam Sirop 60 ml 13.409 botol, Unibebi Demam Drop 15 ml 25.897 botol, dan Unibebi Cough Sirop 60 ml 588.673 botol dan bahan baku PEG dengan bahan baku dari Dow Chemical Thailand.
"Dari hasil pemeriksaan PT Yarindo Farmatama dari CV Budiarta dan PT Universal Pharmaceutical Industries membeli bahan baku dari PT Logicom Solution dan PT Mega Setia," ujarnya.
Selain itu, Badan POM juga menyita 64 drum bahan baku yang mengandung PEG produksi Dow Chemical Thailand untuk membuktikan bahan baku yang mengandung EG dan DEG.
Para PT tersebut diduga telah melakukan tindak pidana yakni produksi dan mengedarkan bahan farmasi yang tidak memenuhi standar keamanan, manfaat, khasiat, dan mutu sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman pidana 10 tahun dan denda Rp10 miliar.
Badan POM juga memperluas pemeriksaan cemaran EG dan DEG dan ditemukan 7 produk salah satunya obat sirop Paracetamol Peppermint produksi dari PT Afi Pharma, produsen baru yang diduga terdapat unsur pidana dan pengujian terhadap EG dan DEG melebihi ambang batas. “Kami hol seluruh produknya sediaan cair untuk obat anak dan segera dikenakan sanksi administratif dan sanksi pidana," katanya.
Penny mengatakan ini merupakan upaya bersama memperbaiki sistem jaminan keamanan dan mutu dari obat sehingga melindungi masyarakat dari produk obat yang melanggar. "Dengan harapan apabila pemidanaan memberikan efek jera ini membuktikan akibat dari kejahatan obat dan makanan yang menyebabkan kematian anak Indonesia. Selain itu, memberikan kekuatan pada sistem jaminan mutu obat ke depan," ujarnya.
Terkait banyaknya kecolongan dari Badan POM, Penny berdalih kesalahan sejak awal sudah berada di industri farmasi karena impor bahan baku tidak dilaporkan kepada Badan POM sehingga tidak ada surat keterangan impor dari pihaknya. Alhasil pihaknya tidak bisa mengawasi dari penyediaan bahan baku sehingga tidak bisa dibedakan antara pengadaan bahan pelarut PEG yang standar farmasi dan standar industri sehingga tercampur dan dimanfaatkan.
Namun, masih banyak juga industri yang menggunakan bahan baku tersebut tapi tetap aman.
PT Yarindo dan PT Universal Pharmaceutical Industries disebut sudah melakukan banyak pelanggaran, tapi Badan POM enggan menyebutkan pelanggaran apa saja yang dimaksud.
"Baru bertindak sekarang karena sebelumnya belum terbukti terkait sertifikasi dia melakukan CPOB yang baik, banyak koreksi bukan khusus EG dan DEG. Kita tidak melakukan pengawasan terhadap produk karena di standar belum ada," katanya.
Penegakan sistem jaminan mutu dan obat tidak hanya Badan POM tapi juga ada di industri farmasi yang sudah memegang surat izin produksi atau cara produksi obat yang baik (CPOB) dengan pertimbangan aspek kualitas kontrol. "Badan POM sudah lakukan pengawasan, sampling, dan uji. Kami juga menemukan industri farmasi yang memproduksi obat sirop yang mengandung EG dan DEG yang melebih ambang batas yang sudah ditentukan," ujarnya.
"Kami juga menemukan bukti dari industri farmasi adanya perubahan sumber pemasok PEG dan pengujian yang seharusnya dilakukan para produsen dan melaporkannya ke Badan POM," katanya.
Sanksi administratif bagi industri farmasi yang memproduksi obat sirop mengandung zat berbahaya berupa penghentian produksi, distribusi, hingga pemusnahan. Kemudian industri farmasi setelah diberikan sanksi administrative, maka dicabut izin CPOB.
Di kesempatan yang sama, Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Brigjen Pipit Rismanto mengatakan melihat ada pasien yang meninggal dan dirawat, Polri turun tangan dan membuktikan adanya tindak pidana. "Kami ingin mengetahui lebih dalam apakah ada kesengajaan atau kelalaian sehingga hilangnya nyawa," katanya.
Kepolisian masih perlu mengumpulkan obat dengan kerja sama dengan Badan POM dan Dinas Kesehatan setempat untuk mengumpulkan sampel urine dan darah untuk mendalami secara komperhensif. Untuk itu sampel yang dikirim Badan POM dari bekas konsumsi pasien sudah disebutkan kepala badan.
"Kemudian kami juga mengemban penyelidikan hingga bahan baku apakah impor atau bagaimana. Kami akan melihat produksi dan pelaksanaan produksi hingga distribusi. Sehingga bisa dilihat obat mana yang dilihat yang bisa dan tidak bisa dikonsumsi sehingga kasus ini tidak terjadi lagi," ujarnya.
EDITOR
Muharram Candra Lugina
Komentar