PLTMH Lentera Pelosok Desa

Bandar Lampung (Lampost.co) -- Pencetus berdirinya pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH) di daerah pelosok itu adalah Suratman (70). Ia mengatakan awal mula dibangun pembangkit yang mengandalkan arus air tersebut karena selama bertahun-tahun masyarakat di dusun setempat tidak pernah merasakan listrik secara utuh.
"Kalau mau nonton televisi hitam putih harus pakai aki," kata dia, Sabtu, 7 Januari 2022.
Ia pun berupaya membangun PLTMH untuk menerangi warga Dusun Batu Saeng, Desa Sinar Jawa, Kecamatan Air Naningan, Kabupaten Tanggamus berbekal pengetahuan seadanya. Pada prosesnya, ia dibantu beberapa warga yang memiliki visi dan misi yang sama untuk bangkit dari kegelapan. Berkat gotong-royong, pada 2007, PLTMH pun selesai digarap. Komponennya dibeli dari Kabupaten Pringsewu yang jaraknya sekitar 1,5 jam lebih dari dusun.
Menurutnya, proses pembuatan turbin hingga bisa digunakan hanya memakan waktu 20 hari. Sementara biaya yang dihabiskan sebesar Rp40-45 juta.
"Itu pakai dana patungan dari para anggota," kata dia.
Pada awalnya, Suratman sang perintis PLTMH mengajak warga dan hanya terkumpul 25 orang untuk membangun dan menjadi anggota pengelola PLTMH. Setiap anggota menyumbang Rp2 juta selama 2 kali angsuran untuk membangun PLTMH.
Sebelumnya, posisi PLTMH berada di bawah, namun karena diterjang air bah pada 2011, bendungan dan turbin rusak parah. Akhirnya unit dipindahkan ke atas yang lebih aman dan bertahan hingga saat ini.
Ia mengenang sebelum adanya PLTMH, warga begitu menderita. Setiap malam hanya mengandalkan lampu sentir. Bahkan ketika menggelar hajatan. Setelah pembangkit dioperasikan, warga mulai menikmati penerangan untuk 4 sampai 5 lampu di setiap rumah.
Bersamaan dengan itu, minyak tanah sebagai bahan bakar sentir mulai langka dan mahal. Beruntung inisiasi PLTMH dapat terwujud dan memberi manfaat bagi masyarakat setempat.
"PLTMH bisa menerangi 25 KK dengan bentangan kabel untuk menyambung ke rumah-rumah panjangnya 4 km," ujar dia.
PLTMH yang diberi nama Turbin Tirta Cahaya Emas itu telah menjadi lentera untuk warga yang tinggal di pelosok Tanggamus. Warga cukup merogoh kocek Rp10 ribu setiap bulan sebagai biaya pemeliharaan pembangkit. "Uang itu untuk beli gemuk (pelumas) dan sebagai dana kas kalau sewaktu-waktu ada kerusakan," tuturnya.
Ia menjelaskan, turbin PLTMH bergerak mengandalkan arus sungai Ulu Air Lehek yang mengalir ke Sungai Induk Sang Arus. "Dari sungai Air Lehek kita bendung dan membuat lajur air baru untuk mengarahkan air ke turbin, " kata dia.
Namun, pintu air pada aliran pengalih masih menggunakan papan kayu yang dilapisi terpal. "Jika hujan pintu air yang terbuat dari kayu ditutup agar debit air tidak besar. Kalau debit besar mengakibatkan energi berlebih dan bisa merusak alat elektronik, lampu bisa putus," kata dia.
Sementara, piranti PLTMH hanya dinaungi gubuk dari kerangka kayu dan asbes. "Idealnya pakai coran semen pilarnya, jadi bangunannya kuat dan tahan lama," ujar dia.
Kendala yang dihadapi yakni saat hujan, jalur air ke turbin tersumbat sampah berupa potongan kayu yang hanyut dari hulu. Jika lajur ke turbin tertutup maka debit air akan menurun sehingga turbin tidak bergerak maksimal. Saat kemarau, arus sungai melemah. "Kalau hujan kami bergotong-royong membersihkan sampah yang menutupi jalan air ke turbin," kata dia.
Selain itu, ia membutuhkan pintu air hidrolik, karena saat ini masih menggunakan papan kayu dan terpal untuk menutup jalur air ke turbin. Jika sedang melakukan pemeliharaan turbin, air harus dikeringkan dengan ditutup. "Tapi kalau manual berat sekali itu, kita harus nyebur dulu untuk pasang papan kayu penutup," ujarnya.
Perubahan yang dirasakan setelah adanya PLTMH setiap rumah memiliki televisi dan menggunakan mesin penanak nasi. "Kalau sekarang alhamdulilah bisa melihat informasi di televisi, yang malas cari kayu bakar bisa pakai rice cooker untuk masak nasi," ujarnya sambil tertawa.
Suratman sadar bahwa energi yang mereka nikmati berasal dari alam. Untuk itu, ia bersama anggotanya memastikan daerah aliran sungai (DAS) di hulu tetap terjaga kelestariannya. Ratusan pohon berbatang keras mereka tanami seperti durian, coklat, dan kopi sebagai ikhtiar menjaga resapan air menuju aliran sungai terus berlanjut.
“Setidaknya bisa bantu menjaga alam,” katanya.
Meski PLN sudah melistriki desa, ia bersama warga setempat berkomitmen untuk mempertahankan PLTMH. Menurutnya turbin itu dibangun dengan keringat, perjuangan, gotong-royong, kekompakan, dan empati bersama untuk merubah kehidupan mereka. Ia berharap generasi penerus bisa melanjutkan pemeliharaan dan pengembangan pembangkit tersebut.
"PLN sudah masuk sekitar 2 tahun ini tapi kita akan pertahankan PLTMH, harus dipelihara, karena itu riwayat hidup," katanya.
Sementara itu, Dosen Teknik Sistem Energi Institut Teknologi Sumatera (Itera) Madi mengatakan, sebelumnya PLTMH tersebut menghasilkan 8.000 watt kemudian diubah oleh Itera menjadi 10.000 watt untuk melistriki lebih dari 20 rumah. Sementara biaya pembuatan seluruh perangkat pembangkit dengan harga saat ini bekisar Rp30-Rp50 juta.
Pada tahun lalu, ia bersama mahasiswa Itera berinisiatif membantu perbaikan PLTMH Dusun Batu Saeng. Berbagai komponen yang diperbaiki yakni generator, perangkat kecil seperti bering, pulley sebagai pengait antarkomponen dan peranti sederhana lainnya.
"Yang paling penting itu turbin dan generator. Turbin yang sekarang sudah tidak layak sudah nggak diganti 10 tahun dan akan memengaruhi efisiensi dan hasil energi listrik. Sementara untuk generator sudah diganti," katanya.
Direktur Eksekutif Mitra Bentala Mashabi mengatakan PLTMH menjadi daya dorong masyarakat untuk menjaga lingkungan agar tetap terjaga. "Ini baik karena secara otomatis masyarakat akan berupaya menjaga lingkungan khususnya di daerah aliran sungai," ujar dia.
Apalagi sumber energi hijau itu telah dinikmati masyarakat desa sehingga akan ada keterkaitan antara pengguna energi dengan alam yang telah menyediakan suplai air untuk menggerakkan turbin.
"Turbin yang bergerak menjadi indikator bahwa sumber air terus ada. Maka perlu adanya edukasi berkelanjutan agar warga tetap bersemangat menjaga lingkungan di aliran sepanjang sungai," ujarnya.
EDITOR
Winarko
Komentar