Penghapusan Skripsi Dinilai Hilangkan Budaya Ilmiah Perguruan Tinggi

Bandar Lampung (Lampost.co)-- Keputusan Kemendikbud Ristek untuk tidak lagi mewajibkan skripsi sebagai syarat akhir kelulusan sebagaimana yang tertuang dalam Permendikbud Ristek No 53 Tahun 2023, menuai polemik di kalangan akademisi.
Guru Besar Managemen Pendidikan sekaligus pengamat pendidikan dari Universitas Lampung (Unila) Bujang Rahman menilai dengan tidak dijadikannya skripsi sebagai syarat kelulusan bagi calon sarjana sangat berpotensi untuk mengancam budaya ilmiah di lingkup perguruan tinggi.
Kampus sebagai lembaga akademik menurutnya harus mampu melahirkan manusia-manusia yang mampu berpikir ilmiah. Sementara untuk membentuk manusia yang berpikiran ilmiah menurut dia antara lain dengan melakukan riset yang harus dikemas dalam bentuk laporan ilmiah.
Baca juga: Kebijakan Pengganti Skripsi bukan Hal Baru di UTI
"Kampus bukan lembaga industri, maka manusia yang diciptakan oleh kampus bukan seperti kita memproduksi industri. Kampus harus melahirkan orang yang cerdas, maka basic pengembangan kampus itu adalah ilmiah. Jadi yang kita hasilkan itu masyarakat yang berpikir secara ilmiah," kata Bujang.
Maka atas dasar itu, jika nantinya aturan ini terlaksana, Bujang mengaku khawatir jika kampus nantinya akan kehilangan cara untuk menanamkan budaya ilmiah kepada mahasiswanya.
Baca juga: Aptisi Lampung Sambut Baik Peraturan Menteri Terkait Tugas Akhir Pengganti Skripsi
"Karena yang namanya budaya ilmiah itu berawal dari pendidikan. Kalau mahasiswa tidak dibudayakan riset dan penelitian, tidak akan lagi menjadi masyarakat ilmiah. Kalau orang sudah jauh dari budaya ilmiah, maka apa bedanya orang sekolah dan tidak sekolah," tuturnya.
Untuk itu, ia berharap bahwa kebijakan ini dapat dikaji secara serius. Sebab jika tidak, bukan tidak mungkin lulusan-lulusan yang nantinya akan dilahirkan kampus, adalah lulusan dengan pemikiran yang pragmatis.
"Itu akan merusak masa depan bangsa, sebab hedonisme itu terlahir dari orang-orang yang terlalu berpikir pragmatis," kata Bujang.
Produk perguruan tinggi bukan semata-mata memenuhi kebutuhan industri, tapi lebih dari sekedar itu, kata Bujang, perguruan tinggi merupakan bagian dari penyelenggaraan kehidupan nasional yang harus andil untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
"Orang cerdas itu bukan hanya dilihat dari skill dari kompetensi, tapi kapasitas berpikir dan itu adalah sebuah keniscayaan. Kalau orang tidak pernah biasakan berpikir ilmiah maka dia akan jauh dari kecerdasan," tegasnya.
Lebih lanjut, Bujang menuturkan bahwa skripsi merupakan bentuk karya ilmiah paling sederhana. Sebab tuntutannya hanya mengaplikasikan bidang ilmu di lapangan serta menuangkan ilmunya dalam bentuk laporan ilmiah.
Untuk itu, jika memang aturan ini nantinya benar-benar diterapkan, Bujang mengatakan, apapun bentuk project yang ditawarkan maka mahasiswa harus tetap mampu menuangkan hasil kerjanya ke dalam sebuah laporan yang bersifat ilmiah.
"Mahasiswa bekerja dengan cara berpikir ilmiah, maka laporkan juga dengan cara ilmiah. Sebab kalau orang tidak bisa berpikir ilmiah dia tidak akan bisa berpikir kritis," tandasnya.
EDITOR
Nurjanah
Komentar