LBH Bandar Lampung: Konflik Agraria di Lampung Berlangsung Puluhan Tahun

Bandar Lampung (Lampost.co) – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung menyebut konflik agraria yang terjadi di beberapa daerah di Lampung sudah berlangsung puluhan tahun. Konflik yang kerap merugikan petani itu hingga kini tidak pernah tuntas.
Direktur LBH Bandar Lampung, Sumaindra Jarwadi mengatakan konflik yang terjadi seakan tidak pernah berujung bahkan terkesan dipelihara oleh nergara. Sayangnya, dalam setiap konflik, petani harus menjadi korban.
"Pemerintah tidak serius menangani itu, terbukti hingga saat ini, sejak puluhan tahun yang lalu konflik agraria, mafia tanah, masih saja ada. Kami tidak mengerti kenapa bisa seperti itu, ada pembiaran," kata dia, Selasa, 27 September 2022.
Sumaindra mengatakan hampir seluruh kabupaten/kota di Lampung terdapat konflik agraria antara petani dan perusahaan-perusahaan besar. Seperti konflik antara petani di Lampung Tengah dengan PT Sahang Bandar Lampung, konflik petani Tulangbawang dengan PT Sugar Group Company (SGC), konflik antara petani Tulangbawang dengan PT BNIL.
Selanjutnya, konflik antara petani Lampung Selatan dengan PTPN VII Unit Usaha Bergen, konflik di Register 45 Mesuji, konflik petani dengan Register 22 Way Waya, dan konflik petani dengan mantan Menteri Pertahanan di Way Kanan, Konflik Lahan di Way Ratai Tanah Eks Erfacht (Tanah Bekas Perekbunan) Antara Masyarakat Desa Gunung Rejo, Ponco Rejo, Mulyosari, Ceringin Asri, Desa Wates Way Ratai.
"Bahkan yang terbaru perampasan lahan seluas 10 hektare oleh mafia tanah yang terjadi di Desa Malangsari, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Lampung Selatan. Itu semua masih ada sejak jaman dahulu," kata Sumaindra.
Dengan adanya konflik antara petani dan perusahaan besar, Sumaindra menilai prmerintah benar-benar menunjukkan keberpihakannya pada pengusaha. Sementara petani hanya bisa pasrah menerima putusan kekalahan atas kepemilikan lahan.
"Belum lagi persoalan harga benih dan pupuk yang tinggi ditambah dengan hilirasasi produk pertanian yang tak menentu juga semakin mendorong petani pada jurang kepunahan di negerinya sendiri. Harga BBM Subsidi yang naik pun kembali menambah beban petani, kenaikan harga BBM tersebut tentu akan mempengaruhi kenaikan bahan-bahan pokok yang lain," katanya.
Untuk itu, pada momentum Hari Tani Nasional 2022 Sumaindra mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama merefleksikan bagaimana nasib petani yang saat ini diambang kepunahan.
"Kami akan terus perjuangan nasib para petani Lampung. Kami menuntut kepada pemerintah untuk berantas seluruh mafia tanah, dan sudahi konflik Agraria yang hingga saat ini masih ada," ujarnya.
EDITOR
Deni Zulniyadi
Komentar