Larangan Gabah Keluar Lampung Dinilai Tidak Sesuai UU Pangan

Bandar Lampung (Lampost.co) -- Pelarangan gabah ke luar Lampung dinilai tidak sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Dalam UU tersebut pemerintah berkewajiban membina dan mengawasi keamanan pangan di setiap rantai pangan.
Pengajar Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia dan Pakar Hukum, Sadino, menilai larangan pedagang dari luar daerah untuk membeli komoditas tertentu di suatu daerah melanggar aturan yang berlaku saat ini.
Pasalnya, dalam UU Pangan disebutkan distribusi pangan untuk memenuhi pemerataan ke seluruh wilayah Indonesia secara berkelanjutan. Selain itu, pelarangan itu berdampak negatif terhadap harga komoditas tersebut. Harga pasti jatuh dan pada akhirnya akan menurunkan pendapatan petani.
“Kesejahteraan petani merosot karena pendapatan menurun. Bisa jadi harga yang di dapatkan petani tak mampu mengembalikan modal menanam padi. Ini tentu tidak boleh terjadi,” kata Sadino kepada Lampost.co.
Menurutnya, salah satu masalah yang dihadapi petani adalah tingginya harga pupuk. Hal itu memang terjadi di semua negara dan tidak hanya di Indonesia.
Petani Jadi Korban
Pemicu utamanya karena perang Rusia dan Ukraina sebagai produsen pupuk. Hal itu berdampak kepada negara-negara eksportir pupuk dan bahan baku pupuk dari kedua negara tersebut.
Saat ini petani direpotkan dengan mahalnya pupuk dan sarana pertanian yang lain. Padahal, seharusnya jangan ditambah lagi dengan aturan-aturan yang memberatkan.
Dia berpendapat, upaya kepala daerah yang ingin melindungi pengusaha lokal memang patut didukung. Namun, hal itu bukan dengan melarang komoditas tertentu keluar daerah. Upaya itu akan menjadikan petani sebagai korban perda dan keinginan menjaring popularitas.
Perlindungan kepada pengusaha lokal tersebut dapat diwujudkan dengan memberikan insentif dan perda yang mendukung.
Hal itu akan memberikan dorongan bagi pengusaha dan investasi di daerah. "Ingat petani lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan pengusaha di daerah,” kata Sadino.
Menurut dia, pengusaha atau penggilingan padi lokal juga harus siap bersaing dengan penggilingan dari luar daerah.
Mereka justru beruntung karena jarak yang lebih dekat dengan petani sehingga ongkos pengangkutan lebih murah. Dia berharap pengusaha lokal jangan hanya mengambil untung besar. Namun, mereka juga harus memikirkan keuntungan petani.
"Kalau petani padi tidak untung ya jangan disalahkan kalau mereka mengganti tanamannya dengan komoditas yang lebih menguntungkan, misalnya sawit dan hortikultura. Sehingga pada saatnya nanti petani padi akan hilang dari peredaran,” kata dia.
EDITOR
Effran Kurniawan
Komentar