LAdA Damar Lampung Nilai Sistem Patriarki Jadi Pemicu KDRT

Bandar Lampung (Lampost.co): Direktur Eksekutif Lembaga Advokasi Anak (LAdA) Damar Lampung, Sely Fitriani, mengatakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) diawali karena ada sistem patriarki yang melekat di masyarakat Lampung.
"Di mana ada relasi yang tidak seimbang antara suami dan istri," kata dia dalam Bincang Sore live Instagram @lampost.co dengan tema Tangkal KDRT, Kamis, 13 Oktober 2022.
Selain itu, Sely menambahkan sistem patriarki dipertegas dalam Undang-Undang perkawinan jika laki-laki sebagai kepala keluarga, kemudian istri sebagai ibu rumah tangga.
"Kepala itu kan relasinya diatas sedang istri posisinya sub koordinat. Karena ada ketimpangan relasi ada situasi yang tidak setara, karena laki-laki kepala keluarga sehingga sangat rentan berisiko di dalam keluarganya," ujarnya.
Baca juga: Gubernur Ajak KNPI Lampung Bersinergi Sukseskan Pembangunan
Menurutnya karena ada relasi yang tidak setara, laki-laki biasanya dilabelkan sebagai kepala rumah tangga maka berisiko secara fisik, psikis, seksual, dan ekonomi.
"Orang yang mengalami KDRT, misalnya kekerasan fisik dalam bentuk pemukulan dan kekerasan secara verbal dan kekerasan psikis juga yang membuat orang tersebut hilang harga dirinya sebagai manusia," ujarnya.
Ia memberi contoh kekerasan seksual misalnya pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan seseorang, bisa suami yang menetap dalam lingkup rumah tangga tanpa persetujuan.
"Dan parahnya lagi untuk tujuan komersil. Dalam KDRT pun ada kekerasan seksual misalnya pemerkosaan yang dilakukan suami ke istri," katanya.
Selain itu KDRT pun bisa berdampak pada penelantaran rumah tangga jika beracu pada hukum yang berlaku.
Menurutnya, karena ada pembatasan ruang gerak dan kalau misalnya ketika seorang ayah yang tidak menafkahi anaknya termasuk penelantaran rumah tangga.
Terakhir ia memberi kiat jika kita atau orang terdekat yang melihat atau mengalami KDRT yang pertama harus mulai cari bantuan kepada orang-orang terdekat yang bisa dipercaya dan juga mengunjungi kantor bantuan hukum.
"Kemudian yang kedua, mulai rekam dan catat betul peristiwa kekerasan yang dialami. Lalu sebaiknya melaporkan kasus kekerasan ke kepolisian dan sebisa mungkin minta pendampingan ke orang yang dipercaya," sambungnya.
EDITOR
Adi Sunaryo
Komentar