Konvoi Kedubes AS Diserang, 4 Orang Tewas Termasuk Staf dan Polisi

Anambra (Lampost.co) -- Kelompok bersenjata menyerang sebuah konvoi staf Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) di Nigeria bagian tenggara, menewaskan dua pekerja lokal dan dua polisi, ucap otoritas setempat.
Konvoi AS ditembaki di sepanjang jalan utama di wilayah pemerintah daerah Ogbaru di Anambra, salah satu pusat separatisme di wilayah tersebut.
"Para preman membunuh dua polisi dan dua staf konsulat, kemudian membakar jasad dan kendaraan mereka," kata Tochukwu Ikenga, juru bicara polisi di Anambra, dikutip dari Medcom.id, Rabu, 17 Mei 2023.
Tim gabungan pasukan keamanan Nigeria telah dikerahkan ke lokasi kejadian. Tetapi mereka baru tiba setelah para penyerang melarikan diri dengan menculik polisi dan salah satu pengemudi, tambah Ikenga. Ia tidak menyebut ada tidaknya warga AS dalam peristiwa ini.
Kementerian Luar Negeri AS mengatakan bahwa para personelnya di Nigeria sedang bekerja sama dengan badan keamanan negara untuk menyelidiki serangan yang terjadi pada Selasa kemarin.
"Keamanan personel kami selalu menjadi hal terpenting, dan kami tengah melakukan tindakan pencegahan ekstensif saat mengatur perjalanan ke lapangan," kata Kemenlu AS dalam sebuah pernyataan resmi.
Sifat perjalanan yang dilakukan konvoi staf Kedubes AS di Anambra belum dapat diketahui, begitu juga dengan jumlah orang di dalam rombongan tersebut.
Serangan di kota Atani, yang terletak 60 kilometer dari ibu kota negara bagian, semakin meningkatkan kekhawatiran tentang keselamatan penduduk dan pelancong di tengah kekerasan separatis yang merajalela di wilayah tenggara Nigeria dalam beberapa tahun terakhir.
Pihak berwenang menyalahkan kekerasan pada kelompok separatis yang dikenal sebagai Masyarakat Adat Biafra, yang memimpin kampanye bagi wilayah itu untuk melepaskan diri dari Nigria dan membentuk negara merdeka. Para separatis Nigeria menjadi lebih ganas dalam beberapa tahun terakhir karena mereka terus menuntut referendum.
Presiden Nigeria Muhammadu Buhari telah menolak seruan referendum, bersikeras bahwa persatuan negara terpadat di Afrika - dan ekonomi terbesar di benua itu - tidak dapat dinegosiasikan.
EDITOR
Deni Zulniyadi
Komentar