Konversi Gas ke Listrik, Jalan Membumi Kuatkan UMKM

Bandar Lampung (Lampost.co) -- SEHELAI kain putih menjadi sahabat Sulis setiap hari. Di pangkuannya tersandar sebilah papan berukuran 1,5 x 1,5 meter sebagai alas bahan jenis mori itu. Tangan kanan yang menggenggam pensil dengan terampil meliuk-liuk mencoret kain polos berupa paduan garis dan bentuk khas kebudayaan Lampung. Goresan itu membentuk pola batik.
Sulis adalah pemuda disabilitas yang menjadi karyawan Batik Tulis Shiha Ali di Desa Sidoharjo, Kecamatan Penawartama, Tulangbawang. Pria dengan keterbatasan fisik di kaki itu bertugas menggambar pola batik hingga mencantingnya.
Setelah membentuk pola, Sulis mulai beranjak menghadapi kompor yang memanaskan lilin. Kali ini, sebatang gagang canting digenggamnya. Dengan luwes dan perlahan tangannya menuliskan cairan malam panas pada pola batik yang digambarnya sekitar dua jam.
Proses itu menjadi bagian paling berisiko, terutama bagi perajin batik yang memakai kompor minyak. Hal itu bisa lebih berbahaya dengan keterbatasan fisiknya. Namun, di rumah produksi batik tersebut, dia lebih merasa aman dan tanpa khawatir. Sebab, pengerjaan mencanting menggunakan kompor listrik.
“Kalau pakai kompor minyak bisa rawan dan berbahaya dengan keterbatasan fisik saya ini,” kata Sulis, Senin, 4 September 2022.
Pemilik Batik Tulis Shiha Ali, Nasheha, mengatakan produksi batik tulis dibangun bersama pemuda difabel sejak 2016. Sebab, kelompok marginal itu kesulitan mendapatkan pekerjaan.
Dia mengkaryakan 40 orang dengan 85 persen penyandang disabilitas dengan berbagai keterbatasan fisik. Sisanya anak yatim dan ibu rumah tangga sekitar rumah produksi. Dengan kondisi pegawainya itu, dia menekankan untuk menggunakan peralatan yang aman, khususnya kompor sebagai perangkat paling berbahaya dalam membatik.
“Kalau kompor tersenggol sedikit bisa berbahaya. Sementara fisik anak-anak tidak sempurna yang membuat kekuatan dan cara hidup juga terbatas,” ujar Nasheha.
Untuk itu, dia memakai kompor listrik dengan pertimbangan demi keamanan karyawan. Selain itu, kompor bertenaga listrik dirasa lebih efisien dan hemat biaya produksi. Dia menghitung terdapat penghematan biaya hingga 70 persen dalam pemakaian kompor listrik dibandingkan minyak. Begitu juga kualitas udara di rumahnya menjadi lebih bersih karena pemanasan lilin tanpa mengeluarkan asap.
Nasheha juga tidak perlu repot mencari minyak atau gas saat kehabisan stok. Sebab, dia pernah menggunakan kompor gas saat listrik belum mengalir 24 jam di desa tersebut.
“Sempat pakai genset juga agar bisa memakai kompor listrik karena memperhatikan keamanan anak-anak,” kata dia.
Di dunia usaha, penggunaan kompor bertenaga listrik juga diterapkan Syafrudin. Berbeda dengan Batik Tulis Shiha Ali, pemuda itu menggunakan kompor induksi untuk usaha Mi Ayam Garuntang di Jalan Padjadjaran, Kelurahan Jagabaya II, Kecamatan Way Halim, Bandar Lampung.
Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) itu memakai kompor induksi untuk memasak ayam, menggoreng pangsit, dan merebus kuah. Adapun untuk memasak mi masih menggunakan kompor gas. Sebab, dia perlu menaikkan daya listrik toko terlebih dulu demi menambah satu kompor khusus memasak mi.
Kendati masih 90 persen untuk bisnisnya, kompor induksi 600 Watt bisa menguatkan laju usahanya. Di awal berbisnis pada Februari 2022, usahawan muda itu bisa membeli 20 tabung gas 3 kilogram (kg) per bulan. Saat itu, 100 persen keperluan memasak menggunakan gas. Namun, dia merasa perlu menghemat biaya operasional karena terbentur penurunan penjualan.
Mulai akhir Maret 2022, dia menggunakan kompor induksi demi efisiensi. Sebab, kompor menjadi perangkat vital dalam bisnis mi ayam, mulai dari memasak mi, kuah, hingga topping. Hasilnya, dia pun dapat mengirit pembelian gas hingga 30 persen.
Dia bisa menghemat enam tabung elpiji 3 kg atau sekitar Rp120 ribu per bulan. Modal Rp350 ribu untuk pengadaan kompor induksi telah kembali dalam tiga bulan. Sebab, konsumsi token listrik tetap Rp200 ribu per bulan.
“Nilai segitu sangat berharga bagi UMKM dan terbilang berhasil untuk efisiensi,” kata Syafrudin.
Dia menilai kompor induksi menjadi jalan membumi bagi UMKM bidang kuliner. Sebab, pemakaian listriknya tidak boros untuk kompor yang harus tetap menyala agar minyak atau kuah tetap hangat. Apalagi berjualan makanan cepat saji tidak selalu ramai. Sementara untuk memasak pun pemanasan lebih cepat, stabil, dan merata.
Jika menggunakan kompor gas, kondisi tersebut akan membuat bahan bakar menjadi boros. Untuk menghemat, kompor perlu dimatikan terlebih dulu. Namun, efeknya membuat kuah menjadi dingin.
“Penggunaannya juga lebih aman karena saya ada karyawan perempuan," katanya.
Mi Ayam Garuntang di Jalan Padjadjaran, Kelurahan Jagabaya II, Kecamatan Way Halim, Bandar Lampung, berinovasi dengan menggunakan kompor induksi untuk kegiatan usahanya. Lampost.co/Effran Kurniawan
Dukung Transisi Energi
Manajer Pemasaran PLN Unit Induk Distribusi (UID) Lampung, Tri Bagus Prasetyo, menjelaskan pemerintah gencar melakukan konversi penggunaan gas, salah satunya melalui kompor induksi.
Hal itu untuk mendukung transisi energi kelompok G20. Selain itu, demi mengurangi impor gas yang cukup tinggi dan menekan beban APBN yang dialokasinya untuk elpiji subsidi dari harga keekonomian Rp18 ribu menjadi Rp7.000 per kg. Total negara menanggung Rp70 triliun per tahun khusus untuk subsidi gas.
Untuk itu, PLN berupaya mempercepat konversi penggunaan gas dengan membagikan kompor induksi secara gratis kepada masyarakat. Lampung mendapatkan jatah sekitar 50 ribu unit masing-masing selama 2023 hingga 2025.
Jumlah yang dibagikan itu karena masyarakat Lampung masih menggunakan kompor gas. Tercatat terdapat 4.325 pelanggan PLN yang kini menggunakan kompor bertenaga listrik.
“Dengan konversi itu, PLN siap mendukung, terutama dari sisi suplai yang sampai sekarang masih oversuplai,” kata Bagus.
Manager Komunikasi dan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) PLN UID Lampung, Elok Faiqoh Saptining Ratri, mengatakan penggunaan kompor induksi secara khusus mendukung kemajuan bisnis UMKM. Pelaku usaha yang menggunakan kompor listrik dapat mengefisienkan biaya produksi daripada memakai gas.
Sebagai perbandingan, harga elpiji subsidi Rp7.000 per kg. Sementara, tiap satu kilogram gas disetarakan listrik menjadi 7,19 kilowatt hour (kWh). Dengan tarif listrik saat ini Rp600 per kWh, maka biayanya hanya Rp4.314.
“Jadi dengan konversi itu bisa hemat sampai 35 persen,” kata Elok.
Untuk mendukungnya, PLN memberikan 200 kompor induksi bagi UMKM. Apalagi suplai listrik di Lampung juga saat ini memiliki kapasitas pembangkit dan transfer 1.300 MW. Dengan beban puncak 1.140 MW, Lampung masih memiliki cadangan daya 260 MW.
“Memang dengan menggunakan kompor induksi ini ada peningkatan pemakaian listrik, tetapi dibarengi juga penghematan pemakaian gas,” kata dia.
Langkah Efektif
Akademisi Teknik Sistem Energi Institut Teknologi Sumatra (Itera), Madi, menilai penggunaan kompor induksi cukup efektif dalam mencapai tujuan pemerintah mengurangi impor gas dan beban APBN. Pasalnya, harga bahan bakar setiap tahunnya terus meningkat dan sumber energi yang dibutuhkan pun makin menipis dengan efek terhadap lingkungannya yang tidak ramah.
Kendati demikian, kompor bertenaga listrik bisa terus dikembangkan agar tujuan transisi energi dapat lebih optimal. Pengembangan itu bisa dilakukan dengan menghubungkan kompor induksi dengan tenaga listrik yang sumber dari energi terbarukan.
“Selain dari PLN, sumber kompor listriknya bisa berasal dari panel surya atau turbin angin,” katanya.
Pemprov Mendukung
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral, Hery Sadli, mengatakan pelaksanaan konversi kompor gas menjadi listrik berada pada domain PLN. Sementara pemerintah daerah bersifat mendukung dengan membuat peraturan, kebijakan, dan sosialisasi.
Dengan demikian, pelaksanaan konversi tersebut di Lampung yang masih tergolong baru membuat pihaknya hingga kini baru sebatas membantu dari bentuk sosialisasi.
“Kami berkomunikasi dengan PLN untuk terus mensosialisasikan kompor induksi ke masyarakat dan UMKM,” ujar Hery.
Namun, pentingnya program tersebut bisa cepat diterapkan secara massal, Pemprov juga akan mendukungnya dengan membagikan kompor induksi ke masyarakat.
EDITOR
Effran Kurniawan
Komentar