Keterbatasan Fisik tak Surutkan Mirpako Menguliahkan Dua Anaknya

Krui (Lampost.co)--Sejumlah pembeli nampak menikmati miso (sejenis mi bakso) di salah satu warung di Pekon Way Suluh, Kecamatan Krui Selatan, Kabupaten Pesisir Barat.
Mirpako (51), pemilik warung, tampak senang melayani pembelinya dari atas kursi roda. Ia kemudian menghubungkan ponselnya ke spekaer aktif guna menyetel musik Melayu kesukaannya, sembari duduk ia berbincang menemanipembeli, Sabtu, 9 Oktober 2021.
Sesekali ia menyapa ke pembeli yang datang ke warung itu. Mirpako yang menyang disabilitas menuturkan kepada Lampung Post, kedua kakinya lumpuh dari pangkal paha ke bawah sejak tahun 2002.
"Ya seperti ini kondisi saya, saya kurang tahun persis apa penyebabnya hanya gejalanya mulai dari mata kaki ke bawah hilang rasa kemudian terus menjalar ke atas dari tahun 1998 lalu, namun betul betul tidak bisa berjalan dari tahun 2002 lalu sampai sekarang," katanya.
Ia berobat medis tahun 2010 ke RS Abdul Moeloek dan dokter spesialis saraf bilang saya sehat tidak ada deteksi penyakit. "Katanya kami akan dirujuk ke RS Cipto Jakarta, kata dokter diduga penyakit yang saya alami ini ada dalam sumsum tulang," ceritanya.
Namun, ia memutuskan untuk menghentikan pengobatan karena keterbatasan biaya. "Pengobatan yang saya lakukan kemudian paling diurut oleh dukun urut," kata Mirpako.
Dengan kondisinya itu suami dari Eliyati (48) tersebut tidak patah arang, ia bersama istrinya, tetap semangat berjuang menjalani kehidupan. Sejak tahun 2008 mereka berjualan miso, kemudian pada tahun 2011, juga membuka usaha membuat keripik singkong.
Modal awalnya yaitu dari pinjaman pada waktu program PNPM sebesar Rp3juta. Usahanya itu membuahkan hasil sehingga ia bisa membeli tanah dan membangun rumah yang saat ini ia tempati sekaligus juga menjadi tempat usahanya.
Sekarang ia telah memiliki 12 orang pekerja dalam usaha pembuatan keripik singkong yang dijual ke warung warung yang ada di wilayah kecamatan Krui Selatan, Pesisir Tengah, Way Krui dan kecamatan Karya Penggawa. Dalam satu hari ia menggunakan bahan baku 300-350 kilogram singkong untuk dibuat keripik.
Produksi keripik singkong dilakukan Senin-Jumat. Namun saat pandemi covid-19 produksinya menurun, dalam sepekan hanya tiga hari memproduksi keripik singkong.
Bahan baku singkong dibeli dari petani sekitar lokasi itu yang memang banyak menanam singkong karena terserap oleh produksi keripik singkong yang dilakukan oleh Mirpako.
"Dulu saya membeli bahan baku singkong dari petani di kecamatan Pesisir Selatan, tetapi sekarang karena warga di sekitar sini merasa bahwa singkong mereka ada yang membeli sehingga banyakpetani yang menanam singkong. Sekarang bahan bakunya saya beli dari warga sekitar sini," kata Mirpako.
Keuntungan yang ia dapat berkisar Rp1.000 dari satu kg singkong yang ia buat menjadi keripik.
Dari usaha tersebut Mirpako bersama istrinya , di tengah keterbatasan fisik yang ia alami, ia bisa memenuhi kebutuhan pendidikan kedua anaknya Agung Rahman (22) Anggraeni Maharani (20), mereka berdua kuliah di Universitas Islam Negeri (UIN) di Bandar Lampung. Masing masing saat ini di semester enam dan semester lima.
Mirpako berharap pemerintah dapat membantu dirinya dalam mengembangkan usahanya tersebut, yaitu dengan memberi bantuan mesin untuk merajang singkong , karena saat ini hal itu masih dilakukan secara manual.
"Dulu pernah kami mendapat bantuan mesin perajang ubi dari dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, namun kondisinya tidak lama, rusak. Padahal mesin itu vital fungsinya dalam usaha ini," ujarnya.
EDITOR
Sri Agustina
Komentar