Kerawanan PNS Terpapar Radikalisme Makin Mengkhawatirkan

Jakarta (Lampost.co) -- Radikalisme menjadi tahap terpendek untuk menjadi teroris untuk menyusup ke banyak segmen masyarakat. Bahkan, potensi bahaya masuknya paham radikal ke unsur pegawai negeri sipil (PNS) atau aparatur sipil negara (ASN), TNI, Polri, Majelis Ulama Indonesia (MUI), hingga partai politik, makin mengkhawatirkan.
"Mereka jika menemukan momentum yang tepat bisa bergerak serentak, bukan hanya mengacaukan stabilitas dan keamanan, tetapi juga bisa menggoyang-goyang keutuhan NKRI," ujar anggota Komisi II Luqman Hakim, Rabu, 16 Maret 2022.
Baca juga: FKUB Lampung: Paham Radikal Jadi Bibit Terorisme
Dia meminta pemerintah tidak menganggap sepele masalah radikalisme dan terorisme. Sehingga perlu dilakukan penyaringan yang ketat terhadap PNS, TNI, dan Polri untuk memetakan pengaruh ideologi radikal dan terorisme sampai pada masing-masing individu.
"Setelah itu dibuat kategori keterpengaruhan, sehingga dapat dikelompokkan siapa-siapa yang masih bisa disembuhkan atau dinormalisasi dan siapa-siapa yang harus diamputasi dari institusinya," ungkap dia.
Menurut dia, rekrutmen calon ASN, Polri, dan TNI harus mampu mendeteksi pengaruh ideologi radikal dan terorisme. Selain itu, tidak boleh ada toleransi bagi yang terpapar ideologi radikal dan terorisme untuk diterima pada ketiga instansi negara tersebut.
"Setelah ASN, Polri, dan TNI dilakukan pembersihan dari paham radikal dan terorisme. Giliran berikutnya partai-partai dan ormas-ormas, serta elemen masyarakat lainnya," ujar dia.
Sebelumnya, Polri mengungkapkan PNS sangat rawan dirasuki paham yang disebarkan kelompok teroris. Hingga 2022, ada 15 PNS yang menjadi tersangka atau narapidana kasus terorisme.
EDITOR
Effran Kurniawan
Komentar