Kemenkes Klaim Stunting Banyak Terjadi Sebelum Ibu Melahirkan

Jakarta (Lampost.co) -- Kementerian Kesehatan (kemenkes) mencatat stunting di Indonesia banyak terjadi sebelum ibu melahirkan. Kemudiam saat bayi berumur 6--12 bulan.
"Kami sudah kumpul dengan para profesor gizi mulai dari UI, UGM, Unair, dan Unhas yang kami dapatkan adalah faktor risiko paling besar penyebab stunting untuk intervensi spesifik yang merupakan tanggung jawab Kemenkes itu ibu sebelum melahirkan," kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam rapat kerja dengan Komisi IX di Gedung DPR Jakarta Pusat, Senin, 7 November 2022.
Baca juga: Daftar Obat 3 Industri Farmasi yang Dicabut Izin Edar
Dalam paparannya sekitar 23 persen anak lahir dengan stunting akibat ibu hamil sejak masa remaja dan kurang gizi serta anemia. Kemudian stunting pada balita juga sering ditemukan.
Faktor risiko terjadinya stunting adalah usia 6—12 bulan karena pada saat itu masa ASI eksklusif selesai dan anak harus diberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI). Pada bayi dengan umur tersebut kekurangan protein hewani pada makanan MP-ASI yang mulai diberikan pada umur 6 bulan.
Berdasarkan petunjuk dari para ahli, Kemenkes memutuskan intervensi yang paling penting dilakukan adalah sebelum sang ibu melahirkan yang menjadi faktor risiko paling besar penyebab stunting.
"Kemudian intervensi kedua yang kami lakukan prioritasnya adalah sesudah masa ASI eksklusif, karena itu yang menunjukkan secara riset yang dilakukan para profesor paling tinggi kontribusinya kepeningkatan stunting," ujar Budi.
Berdasarkan angka tersebut, Kemenkes membuat 11 program dengan 3 program mengejar intervensi sebelum melahirkan sedangkan sisanya adalah sesudah kelahiran.
Ke-11 program yang menjadi intervensi pemerintah, yakni skrining anemia, konsumsi tablet tambah darah remaja putri, pemeriksaan kehamilan, konsumsi tablet tambah darah ibu hamil, dan pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil kurang energi kronis.
Kemudian pemantauan pertumbuhan balita, ASI eksklusif, pemberian MP-ASI kaya protein hewani bagi baduta, tata laksana balita dengan masalah gizi, peningkatan cakupan dan perluasan imunisasi, dan edukasi remaja; ibu hamil; dan keluarga termasuk pemicuan bebas buang air besar sembarangan.
EDITOR
Muharram Candra Lugina
Komentar