#kekeringan#kelaparan

Kekeringan di Somalia Tewaskan 43.000 Orang, Termasuk 20.000 Anak-Anak

Kekeringan di Somalia Tewaskan 43.000 Orang, Termasuk 20.000 Anak-Anak
Seorang warga mengambil air di salah satu kamp pengungsi di Baidoa, Somalia, 9 November 2022. (GUY PETERSON / AFP)


Mogadishu (lampost.co) -- Sekitar 43.000 orang tewas akibat bencana kekeringan di Somalia tahun lalu dan 20.000 di antaranya anak balita, menurut laporan London School of Hygiene and Tropical Medicine.
Lima tahun berturut-turut dengan sedikit atau tanpa curah hujan merupakan bencana besar bagi ketahanan pangan Somalia, menurut laporan itu, yang menyebabkan sekitar setengah dari 17 juta warga negara tersebut membutuhkan bantuan kemanusiaan.
Mengutip dari laman The National News, laporan itu mengatakan krisis di Somalia berlanjut, dan kematian pada paruh pertama 2023 bisa melebihi 30.000.
Somalia hanya memiliki sedikit kelonggaran dari kekeringan, dengan peristiwa terakhir sempat memicu kegagalan panen pada 2016 dan 2017. Saat itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan lebih dari tujuh juta warga Somalia menghadapi kelaparan dan lebih dari satu juta lainnya terpaksa mengungsi.
Dalam krisis saat ini, PBB mengatakan setidaknya 100.000 warga Somalia pergi ke Kenya dan tinggal di seumlah kamp.
"Hasil ini memberikan gambaran suram tentang kehancuran yang dialami anak-anak dan keluarga mereka akibat kekeringan," kata Wafaa Saeed, perwakilan badan anak-anak PBB saat mempresentasikan laporan tersebut di ibu kota Somalia, Mogadishu. 

BACA JUGA: DAS Berperan Penting Dalam Pengelolaan Bencana dan Kekeringan

Sebuah laporan tentang situasi kemanusiaan Somalia, yaitu Drought Impact Needs Assessment, menyebutkan biaya untuk meringankan krisis terakhir membutuhkan dana setidaknya USD1,8 miliar.
Palang Merah mengatakan kekeringan saat ini yang terburuk di Somalia dalam 40 tahun terakhir.
Klasifikasi Fase Ketahanan Pangan Terpadu, yang menetapkan standar untuk menentukan tingkat keparahan krisis pangan. Desember lalu, kelaparan di Somalia untuk sementara dapat dihindari, tetapi situasinya semakin buruk.

EDITOR

Effran Kurniawan


loading...



Komentar


Berita Terkait