#jaksaagun#restorativejustice#kejari

Kejari Pringsewu Selesaikan Kasus Penganiayaan Secara Restorative Justice

Kejari Pringsewu Selesaikan Kasus Penganiayaan Secara Restorative Justice
Dok/Kejari Pringsewu


Pringsewu (Lampost.co) -- Kejaksaan Negeri (Kejari) Pringsewu kembali melakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif (Restorative Justice) terhadap perkara penganiayaan dengan tersangka insial FH pada, Selasa, 16 Mei 2023.

Penghentian perkara pidana tersebut berdasarkan keadilan restoratif yang dilakukan dan diinisiasi oleh Kejari Pringsewu, setelah tercapainya perdamaian antara korban dan tersangka dan adanya persetujuan untuk dilakukan penghentian penuntutan oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI melalui sarana video conference yang kemudian ditindaklanjuti dengan penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) oleh Kajari Pringsewu berdasarkan keadilan restorasi.

Kasi Intelijen I Kadek Dwi A menjelaskan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restorative merupakan penegakan hukum yang pendekatannya mengutamakan pemulihan dan rekonsiliasi antara pelaku dan korban, serta memperhatikan aspek perbaikan social, sehingga memberikan ruang kepada korban untuk aktif terlibat dalam proses penyelesaian perkara diluar persidangan karena telah memaafkan perbuatan pelaku.

Baca juga:Pelaku Pencurian Motor di Katibung Berhasil Diamankan Polisi

"Selain itu pendekatan ini juga mendorong pelaku untuk mengambil tanggung jawab atas perbuatannya dan berusaha memperbaiki dampak yang ditimbulkan, sehingga diharapkan pelaku lebih bertanggung jawab dan mencegah terulangnya tindakan kriminal di masa depan," kata dia, Kamis, 18 Mei 2023.

 Kadek menjelaskan manfaat penghentian perkara berdasarkan keadilan restorasi dapat mengurangi beban sistem peradilan pidana. Dengan memprioritaskan pemulihan dan rekonsiliasi, proses pengadilan tradisional yang panjang dan biaya yang tinggi dapat dihindari.

"Namun demikian bahwa keadilan restorasi bukanlah pendekatan yang tepat untuk setiap kasus kejahatan. Dalam beberapa kasus yang melibatkan kekerasan serius atau kejahatan berat lainnya, proses pengadilan tetap diperlukan. Keputusan mengenai penghentian perkara berdasarkan keadilan restorasi haruslah mempertimbangkan sifat kejahatan, kepentingan korban, dan keadilan secara keseluruhan," tutup Kadek.

 

EDITOR

Nurjanah


loading...



Komentar


Berita Terkait