Jenderal Dudung

MARET 2004 adalah bulan yang paling bersejarah bagi Terminal Rajabasa, Bandar Lampung. Awal dari pembersihan para preman berkeliaran yang membuat angker, sehingga para penumpang takut masuk terminal. Sebab, kejahatannya mulai dari wanita diperkosa hingga tindakan kekerasan, lalu penumpang ditarik-tarik dipaksa naik bus yang bukan tujuannya.
Kebrutalan para preman itu membuat angker Terminal Rajabasa. Apalagi saat menjelang Lebaran, pemudik enggan bermalam di terminal. Lebih baik memilih menginap di Pelabuhan Bakauheni, ketimbang melanjutkan perjalanannya ke terminal pada malam hari. Ini berlangsung setiap tahun.
Aksi preman yang membuat buruk wajah Lampung itu terhenyak ketika satu truk berisi anggota TNI menyapu bersih kecongkakan penjahat yang sudah melekat–beranak pinak di Terminal Rajabasa. Penyerbuan dipicu pengeroyokan preman terhadap anggota TNI dari Batalion Infanteri 143/Tri Wira Eka Jaya, Candimas, Natar, Lampung Selatan.
Pembersihan preman ini disampaikan Komandan Tim Intel Komando Resor Militer (Korem) 043/Garuda Hitam, Lampung, Lettu Abdul Karim, saat itu. Anggota TNI AD menjadi korban pengeroyokan preman Rajabasa. Sehingga prajurit lainnya terusik untuk membela temannya yang luka memar dipukuli para preman.
Aksi pembersihan itu juga dituturkan seorang pengusaha asal Lampung, Thomas Aziz Riska. Saat kejadian pembersihan preman, Batalion Infanteri 143/Tri Wira Eka Jaya (Yonif 143/TWEJ) dipimpin Letkol Dudung Abdurrachman. Putra terbaik bangsa itu, kini dipercaya negara memimpin kesatuan Angkatan Darat sebagai kepala staf.
“Salah satu prestasinya (Dudung, red), dahulu Terminal Rajabasa dipenuhi sarang preman yang membuat takut pengunjung. Dengan ketegasan juga keberanian, Pak Dudung bisa menertibkan terminal menjadi lebih baik dari sebelumnya,” kenang Thomas, Selasa (16/11).
Preman tidak segan-segan memeras para penumpang dengan tarif gila-gilaan. Tak hanya itu, penumpang juga tak luput dari upaya kekerasan dengan senjata tajam. Terminal Rajabasa benar-benar rawan kejahatan. Bahkan, aparat tampak berjaga-jaga, tapi tidak berkutik oleh aksi preman Masyarakat tidak banyak pilihan menggunakan jasa transportasi bus.
Cermin buruk itu tidak ada lagi. Aksi tarik-menarik dan memaksa para penumpang untuk turun bus sudah tidak terdengar lagi. Terminal Rajabasa sudah tertib. Lokasi menurunkan serta menaikkan penumpang pun diatur rapi. Penumpang pun leluasa memilih bus dan tujuan yang diinginkannya.
Pembersihan preman terus dilakukan aparat gabungan keamanan lainnya. Sehingga Terminal Rajabasa benar-benar membuat nyaman penumpang, apalagi saat menjelang mudik dan pasca-Lebaran setiap tahun. Ini buah dari ketegasan seorang prajurit bernama Dudung yang nyaman hingga hari ini.
Usai dilantik Presiden Joko Widodo menjadi Kepala Staf Angkatan Darat, Jenderal Dudung terus berkomitmen menjaga keutuhan negeri ini. “TNI AD harus hadir di mana pun ada kesulitan rakyat,” tandas mantan Pangkostrad itu. Bahkan, Dudung tidak ingin mendengar prajurit TNI memiliki cara kerja yang tidak sesuai, sehingga melanggar dan melukai hati rakyat.
***
Saat menjabat Panglima Daerah Militer (Pangdam) Jaya, Dudung tegas berada di tengah-tengah kegalauan rakyat. Jenderal berdarah Cirebon itu membikin publik terkejut. Dia memerintahkan prajurit TNI AD mencopot semua spanduk dan baliho bergambar Pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab pada November 2020, saat dilanda pandemi Covid-19.
Perintah Panglima itu tidak lazim. Mengapa? Sebab, penertiban spanduk dan baliho di ruang publik itu seharusnya tugas pokok dari satuan polisi pamong praja (Satpol PP). Tetapi Satpol PP tidak berdaya melakukan penertiban. Setelah dicopot, besoknya dipasang lagi. TNI merasa terpanggil membantu. Sebanyak 900-an spanduk dan baliho Rizieq diturunkan paksa.
Dudung memberikan jaminan anggota TNI di bawah komandonya terus menurunkan spanduk dan baliho Rizieq. “Ini negara hukum, harus taat pada hukum. Kalau pasang baliho, sudah jelas ada aturannya, ada pajaknya, dan tempatnya sudah ditentukan. Jangan seenaknya sendiri,” kata Dudung.
Sikap tegas Dudung diapresiasi Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta Pane. Kata dia, penurunan baliho sebenarnya tugas Satpol PP dan polisi. Namun, karena kedua institusi itu tidak dianggap, maka TNI turun tangan. Negara tidak boleh takluk kepada siapa pun.
Dudung pernah menjabat komandan distrik militer (dandim) Palembang dan Musi Rawas tegas berucap bahwa dialah yang memerintahkan anak buahnya menurunkan baliho Rizieq. Selain tidak berizin, isi sebagian baliho provokatif yang berpotensi mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa. Bahkan, Dudung menyerukan FPI dibubarkan. Luar biasa beraninya!
Sebab, FPI memang tidak terdaftar secara hukum. Rizieq yang penuh kontroversi itu, akhirnya mendekam dalam jeruji besi, karena divonis bersalah melanggar protokol kesehatan. Rizieq menggelar pesta nikah putrinya yang mengundang kerumunan massa. Belum lagi banyaknya manuver Rizieq sehingga membuat merah telinga aparat keamanan.
Ingat! Tugas utama TNI memang di bidang pertahanan. Tetapi, menurut Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, di luar operasi perang, prajurit Merah Putih bisa membantu tugas pemerintahan di daerah serta membantu kepolisian di bidang keamanan dan ketertiban masyarakat.
Dan langkah tegas tanpa kompromi Jenderal Dudung diapresiasi. Sebab, pemimpin sangat tegas melindungi, memberikan rasa aman bagi seluruh anak bangsa. Juga tidak boleh ada satu kelompok dapat berbuat sesukanya, mengintimidasi apalagi mengancam keberlangsungan keutuhan negara.
Dua contoh yang dilakukan Dudung menyapu bersih aksi preman Terminal Rajabasa dan menghentikan manuver Rizieq Shihab–yang membikin rasa aman dan nyaman warga. Sangat wajar jika TNI mengambil alih keamanan yang sudah mengganggu ketertiban, apalagi mengibarkan bendera rasis.
Dari dua peristiwa itu, publik bertambah yakin dengan sikap tegas Dudung memimpin TNI AD. Tapi jangan pula prajurit Merah Putih ditarik-tarik ke politik praktis, apalagi menjelang pemilihan presiden dan kepala daerah pada Pemilu 2024. Sejak lahir TNI menjaga muruah dan keutuhan bangsa dan negara. Bukan untuk mengawal kepentingan kelompok sesaat yang haus mengejar kursi kekuasaan.
***
EDITOR
Winarko
Komentar