Fintech Mengantar Pertanian Lampung ke Gerbang Digitalisasi Layanan Keuangan

Bandar Lampung (Lampost.co) -- Hamparan kolam ikan nila menjadi lokasi favorit yang setiap hari didatangi Oktarico Saputra. Pemandangan hijau padi ikut menyejukkan mata mengelilingi danau buatannya berukuran sekitar 2.000 meter persegi di Desa Pulaupanggung, Kecamatan Talangpadang, Pesawaran.
Sejuknya udara turut menyemangati pemuda itu untuk merawat ribuan ikan nila di kolamnya. Ribuan butir pelet ikan yang digenggamnya ditebar ke kolam. Berjatuhannya pakan itu di atas air mengundang benih ikan beramai-ramai menyerbu sarapan pagi dengan lahap .
Memberi makan dan membersihkan kolam menjadi rutinitas wajib Rico bersama karyawannya. Hal itu agar ikan air tawar tersebut tumbuh sehat hingga menghasilkan cuan.
“Tiap hari kasih makan pelet dicampur vitamin mulai jam 8, 10, 12, dan 2 siang,” kata Rico, kepada Lampost.co, Rabu, 5 Oktober 2022.
Kesibukan aktivitasnya makin bertambah dalam tiga bulan terakhir. Sebab, tambak ikannya mendapatkan pembiayaan dari Lahan Sikam pada Juni 2022. Layanan jasa keuangan financial technology (fintech) itu memberikan sokongan modal Rp100 juta untuk pengembangan usaha yang dirintisnya sejak 2019 tersebut.
Dana pinjaman itu akan dilunasi dalam jangka waktu lima bulan mengikuti satu siklus panen ikan. Pokok pinjaman ditambah bagi untung 1,75 persen yang disepakati akan dibayarkan pada November 2022.
"Pengembaliannya bisa diangsur tiap bulan, tetapi saya memilih dibayar penuh pada bulan kelima," ujarnya.
Dia mengaku memanfaatkan layanan fintech menjadi pengalaman pertamanya. Hasilnya, pembiayaan dengan skema kerja sama tersebut dirasa menguntungkan dalam pengembangan usahanya karena tidak mewajibkan adanya jaminan. Namun, bunga yang diterapkan lebih besar dibanding bank.
"Itu mungkin untuk mempersiapkan lembaga mereka dari risiko yang ada. Tapi, saya yakin bisnis ikan nila ini hasilnya lebih besar sehingga saya berani ajukan pinjaman," ujar dia.
Untuk itu, dia berniat kembali meminjam dana lebih besar setelah kontrak pertama dilunasi. "Kami selalu berinovasi untuk pengembangan usaha," ujar dia.
Penyaluran Meningkat
Co Founder and Director Lahan Sikam, Ade Sumaryadi, mengatakan fintech menjadi lembaga pembiayaan alternatif bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang belum terakomodasi pinjaman bank. Sebab, layanan keuangan tersebut diarahkan untuk pinjaman produktif modal kerja.
Fintech yang berpusat di Lampung itu berfokus pada dua layanan pembiayaan, yaitu pendanaan mikro dan pendanaan petani. Produk itu sesuai dengan kebutuhan Lampung yang sebagian besar perekonomiannya ditopang lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Lampung, kontribusi pertanian, kehutanan dan perikanan terhadap produk domestik bruto (PDB) Lampung mencapai 29,66% pada triwulan II 2022. Sektor tersebut konsisten tumbuh pada triwulan II 2021, triwulan I 2022, dan triwulan II 2022, masing-masing 11,58%, 14,58%, dan 15,89%. “Makanya potensinya sangat besar,” kata Ade.
Adapun hasil Survei Pertanian Antarsensus (Sutas) 2018, terdapat 1,3 juta rumah tangga usaha pertanian di Lampung. Dari jumlah itu, 24 persen masuk kategori usia di atas 50 tahun.
Dengan demikian, 76 persen petani Lampung yang masih di bawah 50 tahun berpotensi besar bisa memanfaatkan layanan fintech. Sebab, proses pendanaannya didominasi melibatkan teknologi yang kini selalu dalam genggaman anak muda.
“Sedangkan rata-rata masyarakat berusia di atas 50 tahun terkendala dengan pengetahuan digital yang rendah,” ujarnya.
Berdasarkan data itu, Lahan Sikam menyasar kelompok produktif dalam kredit modal usaha melalui pendanaan petani. Produk tersebut memberikan kelapangan bagi pelaku pertanian dan peternakan dalam melunasi pinjaman. Kemudahan itu lewat skema membayar saat panen.
“Itu dibutuhkan petani dan peternak. Jika bulan berikutnya harus langsung mulai mengangsur, akan menyulitkan karena belum ada pemasukan. Mereka baru ada pendapatan saat panen,” ujar dia.
Cara tersebut ternyata mampu menumbuhkan inklusi layanan Lahan Sikam di Lampung. Hal itu ditunjukkan dengan peningkatan penyaluran pinjaman di sektor pertanian, peternakan, dan perikanan dari Rp1,22 miliar pada Juli 2021 menjadi Rp5,58 miliar pada Juli 2022.
Menurutnya, penyaluran pinjaman di sektor tersebut terbilang masih kecil, yaitu 3,34% dari total Rp168,6 miliar. “Salah satu faktornya pengetahuan teknologi pelaku usaha di bidang pertanian yang masih rendah,” kata dia.
Kepala OJK Provinsi Lampung, Bambang Hermanto, saat Kick Off Bulan Inklusi Keuangan 2022, di Aula Fakultas Pertanian Unila, Senin, 3 Oktober 2022. Lampost.co/Effran Kurniawan
Alternatif Pembiayaan
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Lampung, Bambang Hermanto, mengatakan keberadaan fintech peer-to-peer (P2P) lending sebagai salah satu bentuk digitalisasi layanan keuangan di Indonesia. Kehadirannya menjadi alternatif pembiayaan masyarakat, khususnya di sektor produktif bagi UMKM, termasuk petani dan peternak.
Kebutuhan pendanaan di Indonesia yang sangat besar tidak dapat dipenuhi hanya dengan lembaga keuangan yang ada saat ini. Apalagi proses fintech lebih mudah dan cepat dibandingkan lembaga jasa keuangan lainnya.
“Bisa dilakukan dimana pun dan skala jangkauan layanannya nasional,” kata Bambang.
Dia menyebutkan terdapat 102 entitas fintech lending resmi di Indonesia. Dari jumlah itu, 75 entitas di antaranya memiliki produk pembiayaan untuk UMKM, salah satunya Lahan Sikam. Fintech lending asal Lampung itu berfokus pada pembiayaan produktif khususnya sektor pertanian dan peternakan.
Minimnya literasi menjadi kendala dalam pemasaran layanan kepada pelaku usaha di sektor tersebut. Untuk itu, sosialisasi tentang fintech kepada petani dan peternak perlu terus digencarkan, terutama dalam mengenalkan entitas yang berizin di OJK dan ciri-ciri, modus, serta bahaya fintech ilegal.
Keberadaan fintech tidak berizin masih terus mengancam masyarakat. Satgas Waspada Investasi (SWI) pun menutup 4.160 penyelenggara fintech ilegal sejauh ini.
“Cyber Patrol dilakukan setiap hari untuk menemukan web dan fintech ilegal agar dapat segera diblokir. Masyarakat juga diharapkan melaporkan ke polisi atau SWI apabila menemukan praktik ilegal itu,” ujarnya.
Adapun untuk meningkatkan inklusi keuangan masyarakat terhadap fintech, OJK menerbitkan POJK Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi. Regulasi itu penyempurnaan dari aturan sebelumnya, yaitu POJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
Beleid itu mengakomodasi arah fintech P2P lending. Sebab, perkembangan industri tersebut sangat cepat sehingga perlu penyesuaian aturan. Regulasi itu utamanya memperkuat tentang permodalan kelembagaan, tata kelola dan manajemen risiko, kualitas pendanaan, efektivitas pengawasan, kontribusi industri dan ekosistem, serta perlindungan konsumen.
“Pada perlindungan konsumen diperkuat dalam perlindungan data, perlindungan dana, transparansi pengurus, proses penagihan, pengawasan operasional, dan penanganan pengaduan,” katanya.
EDITOR
Effran Kurniawan
Komentar