Efisiensi dan Penyerapan Anggaran

Metro (Lampost.co)--Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan rencana keuangan Negara yang terdiri atas rencana pendapatan dan belanja Negara selama satu tahun. Unsur belanja Negara digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan pemerintah. Dengan anggaran ini diharapkan pemerintah dapat melaksanakan program atau kegiatan pembangunan nasional serta menumbuhkan kegiatan perekonomian masyarakat.
Pelaksanaan program atau kegiatan pemerintah dilaksanakan melalui Kementerian Negara/Lembaga Pemerintah yang dibiayai dari dana APBN yang dituangkan dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) masing-masing Kementerian Negara/Lembaga Pemerintah.
Setiap DIPA sudah ditentukan pejabat yang bertanggung jawab atas kegiatan dan pengelolaan dana yang ada dalam DIPA tersebut. Mereka dikenal sebagai pejabat perbendaharaan atau pejabat pengelola keuangan kantor/instansi/satuan kerja yang terdiri atas Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pejabat Penguji dan Penandatangan SPM (PPSPM) serta Bendahara.
KPA dan PPK memegang peranan yang sangat penting dalam mengelola kegiatan serta penyerapan dana/penyerapan anggaran yang ada dalam pengelolaannya sebagaimana yang tercantum dalam DIPA.
DIPA dari sisi belanja merupakan pagu anggaran tertinggi untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan oleh masing-masing kementerian negara/satuan kerja di bawah kementerian Negara/lembaga. Pagu anggaran tersebut tidak dapat dilampaui atau dengan kata lain satuan kerja tidak dapat melaksanakan kegiatan apabila pagu/dananya tidak tersedia dalam DIPA atau pagunya tidak mencukupi.
Efisiensi
Pelaksanaan semua kegiatan yang dilakukan oleh setiap instansi atau satuan kerja yang menggunakan dana APBN/DIPA harus dilakukan secara efisien dan efektif.
Efisien dalam arti meminimalkan penggunaan sumber daya yang ada untuk memperoleh hasil atau manfaat yang maksimal. Sedangkan efektif dalam hal ini adalah bahwa kegiatan yang dilaksanakan harus mencapai tujuan dan sasaran yang sudah ditetapkan.
Keberhasilan pengelolaan anggaran/DIPA yang dikelola oleh satuan kerja antara lain diukur dari capaian output yang telah ditetapkan dalam DIPA serta realisasi penyerapan belanjanya. Oleh karena itu setiap satuan kerja berusaha keras untuk “membelanjakan uangnya” semaksimal mungkin agar target realisasi belanjanya mencapai 100% atau tidak jauh dari angka 100%.
Dalam beberapa hal pembelanjaan yang dilakukan oleh satuan kerja tidak dilakukan secara efisien. Mereka mengejar sisi penyerapan anggaran tanpa memperhatikan kualitas dari belanjanya. Kualitas output sangat menentukan kualitas belanjanya. Output yang baik akan memberikan outcome (hasil) dan benefit (manfaat) yang baik, sementara output yang buruk akan berakibat pada tidak optimalnya hasil sehingga belanja yang dikeluarkan pun tidak efektif.
Selain itu, output yang baik adalah output yang disusun atas dasar analisis kebutuhan. Hal ini sejalan dengan kebijakan pemerintah agar pengelolaan anggaran dilaksanakan secara efisien dengan lebih memperhatikan capaian output dan outcome.
Berdasarkan pengalaman tahun-tahun yang berlalu di setiap kementerian/lembaga atau satuan kerja, dalam hal pembelanjaan anggaran yang tertuang dalam DIPA, berusaha membelanjakan semua anggaran yang sudah disediakan dalam DIPA tersebut. Biasanya aktivitas ini terlihat mulai triwulan keempat menjelang akhir-akhir tahun anggaran sampai detik-detik terakhir hari kerja bulan Desember (akhir tahun anggaran). Satuan kerja yang mengelola dana APBN merasa kebingungan untuk menghabiskan dana DIPA yang dikelolanya. Di satu sisi sebenarnya kebutuhan untuk keperluan operasional mereka sudah tercukupi tetapi di sisi lain sisa dana yang ada dalam DIPA mereka masih banyak.
Hal inilah yang menjadikan para Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) gencar membelanjakan seluruh dana yang dikelolanya dengan harapan realisasi penyerapan anggaran belanjanya bisa mencapai paling tidak mendekati 100% tanpa melihat apakah benar pembelanjaan yang dilakukan sesuai kebutuhan. Misalnya perlu menambah alat tulis yang sudah ada. Pengadaan barang atau keperluan yang sebenarnya tidak dibutuhkan tetap mereka lakukan demi memenuhi target Indikator Kinerja Utama (IKU) penyerapan anggaran tersebut.
Juga untuk kegiatan ke luar kota terkait monitoring, koordinasi dan sejenisnya yang kurang selektif dan terkesan pemborosan dengan menghabiskan biaya perjalanan dinas. Penyerapan anggaran yang baik tidak seharusnya mengorbankan efisiensi dalam pelaksanaannya.
Perencanaan yang Bagus
Sebagaimana disebutkan di atas bahwa aktivitas atau kegiatan yang tidak efisien biasanya terjadi menjelang akhir tahun anggaran yang seharusnya itu tidak terjadi. Ada beberapa kegiatan yang seharusnya bisa dihemat dan dilakukan secara selektif. Harus dipilih kegiatan yang memang penting dan harus dilaksanakan. Setiap satuan kerja harus memperhatikan belanja negara yang tidak semestinya dilakukan sehingga bisa mengakibatkan terjadinya pemborosan belanja. Belanja negara yang tidak semestinya dilakukan antara lain yaitu overspending (belanja yang melebihi kebutuhan), dan misspending (belanja yang tidak sesuai kebutuhan).
Beberapa kegiatan yang tidak efisien di akhir-akhir tahun anggaran antara lain berupa pengadaan alat tulis kantor, kertas, blanko-blanko atau barang cetakan yang sesungguhnya sangat berlebih, pemeliharaan gedung kantor antara lain berupa penggantian beberapa komponen dari gedung dan bangunan kantor yang masih bagus, penggantian barang inventaris yang masih layak pakai, serta perjalanan dinas luar kota. Kondisi ini sesungguhnya tidak sejalan dengan semangat efisiensi dalam pengelolaan keuangan negara.
Keadaan tidak efisiennya pembelanjaan yang dilakukan oleh setiap satuan kerja atau kementerian/lembaga bisa disebabkan karena kurang adanya perencanaan kegiatan serta pendanaan yang bagus. Hal ini terjadi karena pengelola keuangan di satuan kerja belum memahami dalam melakukan proses perencanaan anggaran. Sepertinya setiap satuan kerja dalam merencanakan kegiatan atau yang biasa dikenal dengan rencana kerja dan anggaran kementerian/lembaga disingkat dengan rka-kl berusaha mengusulkan pagu dananya atau anggarannya sebanyak mungkin.
Kenyataan yang masih terbawa sampai saat ini adalah adanya pola pikir bahwa anggaran harus selalu bertambah setiap tahunnya. Misalnya mengusulkan pengadaan alat tulis kantor atau keperluan kantornya menjadi dua kali lipat. Demikian juga untuk pengadaan inventaris kantor dengan memasukkan rencana pembelian meja kursi walaupun kondisi meja kursi masih dalam kondisi baik atau masih layak untuk digunakan. Pada saatnya nanti apabila usulan ini disetujui di situlah yang menjadi salah satu penyebab pemborosan dalam pembelanjaan atau belanja yang tidak efisien.
Berdasarkan pengalaman yang terjadi di lapangan, kondisi pembelanjaan yang tidak efisien ini setiap tahun terus berulang. Karenanya atuan kerja yang mengelola DIPA dapat melakukan efisiensi minimal sebesar 5% (lima perseratus) dari pagu belanja barang dan modal yang dikelolanya. Apabila di setiap instansi atau satuan kerja melakukan penghematan atau efisiensi pembelanjaannya sebesar 5% saja, maka hasil dari efisiensi itu bisa digunakan untuk keperluan lain yang lebih bermanfaat atau isa untuk menaikkan tingkat kesejahteraan pegawai/aparatur sipil negara.
Jadi, pengelolaan dana APBN yang dirinci kedalam DIPA satuan kerja di seluruh kementerian negara/lembaga sudah seharusnya dilakukan secara profesional dengan memegang prinsip tata kelola keuangan negara yang baik.
Pelaksanaan tata kelola keuangan yang baik dimulai dari adanya perencanaan kegiatan dan keuangan yang baik. Tata kelola keuangan negara yang baik antara lain dilakukan dengan menggunakan dana seefisien mungkin untuk mendapatkan hasil optimal disertai efektivitas yang ditandai dengan tercapainya tujuan atau sasaran yang sudah ditentukan.
Setiap pejabat pengelola keuangan harus memiliki etos kerja atau cara berfikir yang profesional dalam arti bagaimana mengelola keuangan yang ada pada instansinya secara efisien dengan menghasilkan output yang maksimal. Bukan berfikir bagaimana caranya menghabiskan dana yang ada dalam pengelolaannya tanpa memperhatikan efisien dan efektivitasnya pembelanjaan yang dilakukan. Penyerapan anggaran dapat terlaksana dengan tetap memperhatikan prinsip efisien dan efektif dalam pembelanjaan.
EDITOR
Sri Agustina
Komentar