Draf Revisi KUHP Kurangi Ancaman Pidana Menghina Presiden dan Wapres

Jakarta (Lampost.co) -- Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) mengubah sejumlah ketentuan yang ada di draf revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Perubahan dilakukan usai menerima aspirasi dari masyarakat.
"Kami memperlihatkan secara ringkas, ada perubahan," kata Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Omar Sharif Hiariej di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 9 November 2022.
Ada sejumlah aspek perubahan yang dilakukan Kemenkumham. Salah satunya soal pasal penghinaan presiden dan wakil presiden yang termuat dalam Pasal 218.
Baca juga: Sidang Andi Desfiandi: Mengintip Peran Mualimin Orang Kepercayaan Karomani
Kemenkumham mengubah ketentuan Pasal 218 tentang penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden. Pemerintah menambahkan penjelasan soal hal-hal yang dikategorikan sebagai penyerangan kehormatan presiden dan wapres.
Pada penjelasan disebutkan yang dimaksud menyerang kehormatan atau harkat martabat diri merupakan merendahkan atau merusak nama baik atau harga diri, termasuk menista dan memfitnah.
Mengacu bakal beleid ini, tindakan memfitnah dan menghina presiden dan wapres terancam dipidana 3 tahun. Pada draf sebelumnya, ancaman pidananya 3,5 tahun.
"Ini betul-betul berdasarkan masukan dari hasil dialog publik," ujar Wamenkumham.
Omar mengungkapkan terdapat pengurangan pasal dalam draf revisi KUHP teranyar. Jumlah pasal menjadi 627 per 9 November 2022, dari sebelumnya 632.
Dia menyampaikan perubahan juga dilakukan terhadap sejumlah ketentuan. Perubahan berdasarkan aspirasi dari berbagai pihak yang disampaikan melalui sosialisasi di 11 kota.
"Jadi RKUHP versi 9 November 2022 mengadopsi 53 masukan-masukan masyarakat dalam batang tubuh dan penjelasan," katanya.
Masukan tersebut dikelompokkan menjadi empat bagian. Pertama, reformulasi di sejumlah pasal-pasal terkait agama menambahkan kata kepercayaan.
Reformulasi juga dilakukan terhadap frasa pemerintah yang sah. Kata sah dihapus sehingga hanya menjadi pemerintah.
Poin kedua, menambah satu pasal dalam perbaikan draf revisi KUHP. Draf teranyar memuat aturan soal tindak pidana kekerasan seksual (TPKS).
"Ini sebagai salah satu bentuk harmonisasi dan sinkronisasi karena kita telah memiliki UU TPKS," ujarnya.
Poin ketiga yaitu menghapus lima pasal. Di antaranya, penggelandangan, unggas dan ternak yang melewati kebun, serta dua pasal di bidang lingkungan hidup.
Poin terakhir yaitu reposisi. Hal itu dilakukan terhadap ketentuan tindak pidana pencucian uang. "Direposisi dari 3 pasal menjadi 2 pasal tanpa adanya perubahan substansi," katanya.
EDITOR
Muharram Candra Lugina
Komentar