#beritalampung#beritabandarlampung#uupers#dewanpers

Dewan Pers Paparkan Banyaknya Aduan Sengketa Pers, Ini Penyebabnya

Dewan Pers Paparkan Banyaknya Aduan Sengketa Pers, Ini Penyebabnya
Dialog Hukum yang digelar PWI Lampung, Kamis, 15 Maret 2023. Lampost.co/Asrul Septian Malik


Bandar Lampung (Lampost.co): Dewan Pers menerima banyak pengaduan terkait produk pers sepanjang 2022. Dalam data yang dipaparkan Dewan Pers, total ada 661 aduan yang sedang dalam proses dan 663 aduan sudah selesai.

Hal tersebut dipaparkan Wakil Ketua Dewan Pers M. Agung Dharmajaya dalam dialogi hukum "Wartawan dan Ancaman Pidana Undang-Undang ITE, yang digelar di Kantor  PWI Lampung , Kamis, 16 Maret 2023. "Beberapa aduan itu juga ada di Lampung," ujar Agung.

Menurut Agung beberapa sengketa atau aduan tersebut terjadi karena beberapa hal. Pertama, melanggar Pasal 1 kode etik jurnalistik, yakni beritikad buruk dalam memberitakan. Kedua, tidak cover both side atau berimbang, dalam penulisan harus berimbang dan adanya verifikasi. Kemudian, membuat judul yang tidak ada hubungannya dengan isi berita.

Karena itu, ia meminta agar para jurnalis di Lampung benar-benar bekerja sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik.

Baca juga:  Pelajar SMK di Metro Jadi Pengedar Tramadol

"Ya notabene karena melanggar Pasal 1 (kode etik), dan kika ada institusi lembaga yang dirugikan dalam pemberitaan harus melalui Dewan Pers. Maka dari itu wartawan atau pers (dalam membuat produk) harus beradab," katanya.

Dia mengatakan bagi perusahaan pers atau kantor berita jika mendapatkan hak jawab dari pihak yang dirugikan dalam pemberitaan, juga harus benar-benar memuat hak jawab secara utuh, jangan sampai diabaikan. "Jangan waktu buat berita panjang, waktu hak jawab pendek bener kecil," katanya.

Sementara, Perwakilan Kejaksaan Tinggi Lampung yakni Koordinator Pidana Umum (Pidum) Subari Kurniawan mengatakan, wartawan tidak perlu takut terhadap ancaman Undang-Undang ITE. 

Subari menyebut, berdasarkan Pasal 50 KUHP "barang siapa yang melakukan perbuatan untuk melakukan ketentuan Undang-Undang, makan tidak bisa dipidana.

Sehingga, wartawan yang menjalankan tugasnya secara profesional, tidak melanggar kode etik, dan Undang-Undang Pers, maka tindakannya tidak memenuhi unsur delik Undang-Undang ITE.

"Jika bekerja dengan hati nurani, mematuhi (aturan), dan tidak melanggar Undang-Undang Pers dan kode etik jurnalistik," katanya.

Sementara, Kasubbid Penyuluhan Hukum Bidkum Polda Lampung AKBP Fadzrya Ambar mengatakan, secara umum semua pihak sama derajatnya sama di mata hukum (equality before the law).

Akan tetapi ada beberapa pengeculian untuk profesi tertentu. Misalnya anggota DPR ketika hendak diperiksa harus seizin kepala daerah. Kemudian juga untuk pers harus melalui mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang Pers, seperti hak jawab dan melalui Dewan Pers terlebih dahulu. "Jadi secara prosedural ada tahapannya," katanya.

Dari catatan Polda Lampung, lanjut Ambar, selama kurun waktu 2022, total ada dua laporan yang masuk ke Polda Lampung terkait produk pers. Produk pers yang dilaporkan notabene diduga melanggar Pasal 27 ayat 3, Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang ITE, terkait pencemaran nama baik dan berita bohong. "Keduanya juga saat ini masih proses penyelidikan," katanya.

EDITOR

Adi Sunaryo


loading...



Komentar


Berita Terkait