Bustami Zainudin Apresiasi Sikap NU Lampung Tolak Politik Uang

Bandar Lampung (Lampost.co) -- Sikap PWNU Lampung bersama 15 Pengurus C Nahdlatul Ulama (PC NU) se-Provinsi Lampung untuk mengajak semua pihak menolak politik uang dalam rekruitmen kepemimpinan di segala tingkatan, mendapat apresiasi dan dukungan dari Senator Lampung Bustami Zainudin.
“Sebagai kader NU, saya selaku pribadi dan anggota DPD RI asal Lampung sangat mendukung dan mengapresiasi atas sikap yang diambil oleh PWNU Lampung bersama jajaran pengurus PCNU untuk menolak politik uang dan mengharamkan pemimpin yang dihasilkan dari proses politik yang menggunakan politik uang,” kata Bustami Zainudin, melalui rilisnya yang diterima, Senin, 31 Oktober 2022.
Sebagaimana diatur dalam UU No. 10/2016 menyebutkan bahwa bila seseorang menjanjikan atau memberikan uang bisa dipidana 36 - 72 bulan dan denda maksimal Rp1 miliar. Melihat ketentuan undang undang ini, sejatinya sudah sangat jelas, bahwa politik uang dalam proses pemilihan umum itu sangat dilarang dan bentuk tindakan pidana.
Perangkat untuk menjalankan amanat Undang Undang Pemilu sudah sangat lengkap dan komprehensif disiapkan dan diadakan oleh pemerintah baik itu KPU maupun Bawaslu dalam semua tingkatan. Masyarakat dan seluruh stakeholder terkait juga diberi kewenangan untuk ikut terlibat dalam pengawasan dan pemantauan. Tentu semua peserta pemilu, baik partai politik maupun individu individu yang terlibat didalamnya, terikat aturan untuk tidak melakukan politik uang.
Persoalannya adalah perangkat pemilu yang ada belum sepenuhnya sempurna. Dengan sistem proporsional terbuka dalam pemilu legislatif dan pemilihan langsung dalam Pilkada maupun Pilpres telah membuat pertarungan politik begitu terbuka dan sangat liberal.
Partai politik sebagai elemen penting dalam menyiapkan kepemimpinan bangsa terasa limbung dan kejebak dalam pragmatisme. Jika hanya mengandalkan kader sesuai kapasitas dan kualitas kader berdasarkan penilaian partai, bisa kalah bersaing untuk merebut kursi legislatif. Maka partai politik harus berkompromi untuk merekrut orang orang populer non kader, yang punya modal uang besar. Dampaknya, banyak kader tulen tersingkir dalam persaingan.
Begitu juga dalam rekruitmen pemimpin di daerah maupun pusat, dengan pemilihan langsung memberikan peluang kepada siapa saja bisa ikut dalam kontestasi politik. Ini tentu sangat menggembirakan karena seluruh anak bangsa memiliki kesempatan yang sama. Persoalannya, iklim yang begitu terbuka ini membuat kontestasi politik yaitu pemilihan umum berlangsung begitu terbuka, yang akhirnya uang terkesan menjadi segalanya. Rekam jejak, pengalaman dan indikator2 lain kadang menjadi tidak signifikan menjadi pertimbangan pemilih.
Kondisi ini mengirimkan pesan yang sangat jelas kepada KPU, Bawaslu maupun stakeholder lain terkait untuk tidak lelah melakukan pendidikan politik khususnya kepada para calon pemilih. Karena reformasi politik dimana rakyat bisa memilih secara langsung, tidak diikuti dengan percepatan peningkatan pengetahuan masyarakat. Kondisi ini yang menjadi salah satu faktor kenapa pemilu di Indonesia cenderung sangat riuh dengan politik uang dan masyarakat menjadi sangat pragmatis.
EDITOR
Deni Zulniyadi
Komentar