Alasan Tempat Kejadian, Polda Metro Tolak Laporan Roy Suryo ke Menag Soal Gonggongan Anjing

Jakarta (Lampost.co)--Polda Metro Jaya (PMJ) menolak laporan mantan Menpora, Roy Suryo yang melaporkan Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Qoumas soal pernyataan suara toa Masjid yang dibandingkan dengan gonggongan anjing.
Laporan itu diketahui dilayangkan oleh Roy Suryo pada Kamis, 24 Februari 2022 sore dengan mempersangkakan pasal 156 A KUHP tentang penistaan agama dan pasal 28 ayat 2 jo 45 ayat 2 tentang ITE. Namun, petugas Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Metro Jaya menolak laporan tersebut.
"Setelah melakukan konsultasi yang cukup panjang di Polda Metro tidak seperti biasa saya keluar membawa tanda bukti lapor saya hari ini tidak berhasil membawa bukti lapor," kata Roy kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis, 24 Februari 2022.
Roy menerangkan, Polda Metro Jaya beralasan tidak bisa menerima laporan itu karena locus de licti (tempat kejadian) itu bukan di wilayah Jakarta dan sekitarnya, melainkan di Pekanbaru, Riau.
"Memang kejadian itu di Pekanbaru. Ketika yang bersangkutan diwawancara adalah di Pekanbaru. Awalnya saya memang berikthiar untuk melaporkan ini karena sejak kemarin banyak sekali yang mengirimkan video ke saya meminta pendapat saya selaku Pengamat Teknologi Informatika untuk meneliti rekaman itu apakah asli atau tidak," paparnya.
Penyidik Polda Metro Jaya mengarahkan laporan terkait kasus itu ke Polda Riau atau Bareskrim Polri. Roy menyebut rekan-rekannya yang di Pekanbaru yang akan membuat laporan.
"Saran kedua Polda Metro Jaya menyarankan ada baiknya ini dilaporkan di Bareskrim tetapi atas pertimbangan saya dengan Pak Pitra mungkin kami akan mempertimbangkan ulang harus melaporkan ke Bareskrim. Karena ada bebrapa hal yang tadi disampaikan kemungkina besar ya saya tidak bisa menduga itu akan sama," ucapnya.
Sebelumnya, Menag Yaqut diperbincangkan terkait pernyataannya yang membandingkan suara toa Masjid dan Musala dengan suara gonggongan anjing. Hal ini dikatakan saat Yaqut membahas soal SE tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.
SE itu mengatur soal batas volume dari toa atau pengeras suara di Masjid maupun Musala yang hanya diperbolehkan maksimal 100 dB (desibel) agar tidak mengganggu warga.
"Karena kita tahu, misalnya ya di daerah yang mayoritas muslim. Hampir setiap 100-200 meter itu ada musala-masjid. Bayangkan kalau kemudian dalam waktu bersamaan mereka menyalakan Toa bersamaan di atas. Itu bukan lagi syiar, tapi gangguan buat sekitarnya," kata Yaqut.
"Kita bayangkan lagi, saya muslim, saya hidup di lingkungan nonmuslim. Kemudian rumah ibadah saudara-saudara kita nonmuslim menghidupkan Toa sehari lima kali dengan kenceng-kenceng, itu rasanya bagaimana," kata Yaqut lagi.
Ia kemudian mencontohkan suara-suara lain yang dapat menimbulkan gangguan. Salah satunya suara gonggongan anjing.
"Yang paling sederhana lagi, kalau kita hidup dalam satu kompleks, misalnya. Kiri, kanan, depan belakang pelihara anjing semua. Misalnya menggonggong dalam waktu bersamaan, kita ini terganggu nggak? Artinya apa? Suara-suara ini, apa pun suara itu, harus kita atur supaya tidak jadi gangguan. Speaker di musala-masjid silakan dipakai, tetapi tolong diatur agar tidak ada terganggu," katanya.
EDITOR
Sri Agustina
Komentar